Naskah Teater Ibu Bumi

Naskah Teater Ibu Bumi

Naskah Teater Ibu Bumi Lakon Remaja Karya Candra Barong Harjanto SUASANA PANGGUNG LENGANG, KASUR KAPAS DITENGAH PANGGUNG. SESEORANG (PEREMPUAN BIJAKSANA SETENGAH TUA) MENARUH LILIN/LAMPU MINYAK PADA POSISI DEPAN, POJOK-POJOK PANGGUNG, SAMBIL MENYEBAR BUNGA. SESEORANG Aku mulai dari sini, Tanah…………. Air,…………….. Udara. Aku mulai dari sini, Tanah…………. Air,…………….. Udara. Aku mulai dari sini, Tanah…………. Air,…………….. Udara. Aku mulai dari sini, Tanah…………. Air,…………….. Udara. Aku mulai dari sini, Tanah…………. Air,…………….. Udara. Aku mulai dari sini, Tanah…………. Air,…………….. Udara. Aku mulai dari sini, Tanah…………. Air,…………….. Udara. Aku mulai dari sini, Tanah…………. Air,…………….. Udara. Aku mulai dari sini, Tanah…………. Air,…………….. Udara. TIGA ORANG MASUK LALU-LALANG, BERKATA tanah……air,……… udara……. tanah……air,……… udara……. tanah……air,……… udara……. tanah……air,……… udara……. tanah……air,……… udara……. tanah……air,……… udara…….(semakin lama semakin cepat. Seseorang mendekati kasur, membersihkan kasur, merapikan, kemudian menariknya pelan-pelan. ) SESEORANG tanah…… kembalilah ke tanah.air…..kembalilah ke air, udara………kembalilah ke udara.{di ulang 3 kali }tanah,air,udara.kembalikan aku kepadanya,sang pencipta. TIGA ORANG Bolehkah aku bertanya? ORANG 1 eeeeee…..bo…..bo…..bolehkah aku bertanya, siapa kamu, ada sesuatu yang indah, sangat menarik darimi. ORANG 2 Dari manakah kamu? ORANG 3 Aku melihat orang-orang lalu lalang, tanpa tegur sapa. Seperti berhala-berhala yang minta dipuja-puja, apa itu yang disebut keramahan? ORANG 1 Aku merindukan keteduhan jiwa. ORANG 2 Aku mencarinya, berhari-hari, bulan, tahun, dan berabad-abad ORANG 3 Siapa kamu, aku melihat sesuatu nasihat yang terukir dari surga,nasihat cinta ORANG 1 Apakah kamu tanah……… ORANG 2 Kamukah air……… ORANG 3 Barang kali kamu tanah, air, udara, semuanya ada padamu SESEORANG Aku cinta, aku dari cinta, tempat kamu barasal dan akan kembali TIGA ORANG Aku cinta, aku dari cinta, tempat aku berasal dan akan kembali SESEORANG Orang-orang mulai lupa, dari mana mereka berasal dan kemana akan kembali. Orang-orang tinggalkan agama, orang-orang lupa Tuhannya. TIGA ORANG Aku cinta, aku cinta, betapa indah aku, aku cinta, akulah makna…. SESEORANG Ya, Bila cinta adalah nafasmu Aku ingin melarutkan diri di etiap detak jantung Di saat helaan nafas sedih dan gembiramu Aku ingin mengenang, bahwa udara mengawali cinta Entah apa, dimana, bagaimana? Aku ingin mengikuti jejak yang kau sunting lewat tanah Menyemai benih kerinduan Bila aku penguasa cinta Akan aku berikan kasih dan sayang pada orang Yang tulus memaknainya dengan keabadian Agar yang terberai bisa bersatu ORANG 1 Kamukah perempuan yang ku cari? ORANG 2 Aku selalu mengenang dan merindukanmu klik di sini untuk download naskah teater selengkapnya

BACA SELANJUTNYA »
NASKAH DRAMA Arloji

NASKAH DRAMA Arloji

Lakon Remaja Arloji Karya P. Hariyanto PARA PELAKU Jidul Anak laki-laki berumur 15 tahun Pak pikun Pembantu rumah tangga berumur sekitar 40 tahun ibu Nyonya rumah berumur sekitar 42 tahun Tritis Gadis berusia 18 tahun KISAH INI TERJADI DI SEBUAH KAMAR DEPAN KELUARGA YANG CUKUP TERPANDANG. TERDAPAT BERBAGAI PERLENGKAPAN YANG LAZIM DI KAMAR TAMU SEMACAM ITU, NAMUN YANG TERPENTING IALAH SEPERANGKAT MEJA DAN KURSI TAMU. PADA KIRA-KIRA PUKUL 09.00 DRAMA INI TERJADI. DENGAN PENUH KERIANGAN, SI JIDUL MEMBERSIHKAN MEJA DAN KURSI-KURSI. KEPALANYA MELENGGUT-LENGGUT, PANTATNYA BERGIDAL-GIDUL SEIRAMA DENGAN MUSIK DANGDUT YANG TERDENGAR MERIAH. JIDUL TERKEJUT KETIKA MUSIK MENDADAK BERHENTI. PAK PIKUN (muncul, langsung menuju ke arah Jidul) Ayo! Mana! Berikan kembali padaku!Ayo! Mana! JIDUL (ber-ah-uh, sambil memberikan isyarat yang menyatakan ketidakmengertiannya) PAK PIKUN Jangan berlagak pilon! Siapa lagi kalau bukan kamu yang mengabilnya? Ayo, Jidul, kamu sembunyikan di mana, heh? JIDUL (ber-ah-uh, semakin bingung dan takut) PAK PIKUN Dasar maling! Belum sampai sebulan di sini kamu sudah kambuh lagi, ya? Dasar nggak tahu diri! Ayo, kembalikan kepadaku! Mana, heh? JIDUL (meringkuk diam) PAK PIKUN (semakin keras suaranya) Jidul! Kamu mau kembalikan apa tidak? Mau insaf apa tidak? Apa mau ku panggilkan orang-orang sekampung untuk mencincangmu, heh? Kamu mau dipukuli seperti dulu lagi? Ayo, mana? IBU (Muncul tergesa-gesa) Eh, ada apa Pak Pikun? Ada apa dengan Jidul? PAK PIKUN Anak ini memang tidak pantas dikasihani, Bu. Dia mencuri lagi, Bu! IBU Mencuri? (tertegun). Kamu mencuri, Jidul? JIDUL (ber-ah-uh sambil menggoyang-goyangkan kepala dan tangannya) PAK PIKUN Mungkir, ya? Padahal jelas, Bu! Tadi saya mandi. Setelah itu, arloji saya tertinggal di kamar mandi. Lalu dia masuk, entah mengapa. Lalu tidak ada lagi arloji saya, Bu. IBU O, arloji Pak Pikun hilang, begitu? PAK PIKUN Bukan hilang, Bu! Jelas dicurinya! Ayo, ngaku saja! Kamu ngaku saja, Jidul! JIDUL (ber-ah-uh mencoba menjelaskan ketidaktahuannya) PAK PIKUN Masih mungkir? Minta ku pukul? IBU sabar, Pak Pikun! Sabar! PAK PIKUN Maaf, Bu. Ini biar saya urus sendiri! Kamu baru mau ngaku kalau dipukul, ya? Sini! (Mau memukul si Jidul). SI JIDUL (Meloncat, lari ke luar dikejar oleh Pak Pikun) klik di sini untuk download naskah teater selengkapnya

BACA SELANJUTNYA »
NASKAH DRAMA MALIN -The End Scene

NASKAH DRAMA MALIN -The End Scene

Lakon Remaja MALIN -The End Scene Karya M.S. Nugroho CUPLIKAN NASKAH:  BADAI MENGGERAM, SUARA MALIN TERTAWA LANTANG. MALIN Tidak. Aku tidak punya bunda seperti kau! BUNDA Malin, dosa apa setan apa. Kau tak kenal bunda sebanyak bumi. Nyawamu tumbuh dari hembus nafasku. Wajahmu terpahat dari belai kasihku. Darahmu mengalirkan air susuku. Sudahlah. Jika kau bukan anakku, kembalilah ke kapalmu. Jika engkau benar anakku, kembalikan air susuku. Kembalikan. Jika kau tak mampu, jadilah saja kau batu! Batulah engkau, batulah engkau! MALIN Bunda, benarkah engkau itu Bunda? DALANG Duh, Bunda si Malin Kundang Telinga terbakar, hati berdarah Mulut mengutuk anak tersayang Langit keramat tersentak dan jadilah… PENYANYI Halilintar mencambuk lautan, maka kutukan jadilah perwujudan. BUNDA TERTAWA KESURUPAN DALANG Tapi sekejap kemudian sadarlah BUNDA. MALIN telah lenyap dari pandangan. Tinggal sebongkah batu kesepian. Air mata jadi rinai hujan. PENYANYI Tiga belas burung camar berputaran Dengan paruh teriakan bersahutan Kini udara menjadi mantra kutukan Terpendam dari senja kesedihan BUNDA Malin! Malin! Malin! Di manakah engkau, Anakku? Malin, apakah engkau mendengarku? Malin, jawablah. Sembunyi di mana, diam di mana, Anakku? Jawablah. Aku yakin, kau mendengarku. Tidak bisa tidak, kau pasti mendengar aku. Dengarlah. Peluklah Bunda kau sekarang. Katakan kau merindukan aku. Ayo lakukan. Kalau tidak, buat apa aku hidup. Aku menjaga nafasku untuk mencium kening kau. Kalau Bunda tak kau jawab, sia-sialah kuhirup nafasku sendiri. Dan baju sang maut akan lebih layak kukenakan. Upacara kematian di depan mata anaknya sendiri yang tak tahu diri. Kau lihat, Malin. Tongkat ini masih cukup tajam untuk menusuk jantung renta ini. Kau kuhitung sampai sembilan untuk datang kepadaku. Karena kau telah datang ke pangkuan bunda melalui sembilan bulan eraman rahimku. Bersiaplah, aku mulai menghitung dari angka paling akhir. Sembilan…. Malin, baiknya, maafkan Bunda. Bunda tak sengaja, Sayang. Ini tak sengaja. Ini seperti teriakan sakit ketika gigi susumu menggigit putingku. Aku sakit kepada diriku sendiri, bukan kepada kau. Delapan… Mana mungkin seorang ibu menyakiti anaknya. Untuk apa perjuangan melahirkan kau kuhapus sendiri dengan mengusir kau. Untuk apa Bunda mempertaruhkan nyawa kalau untuk membenci kau. Untuk apa Bunda membanting tulang untuk kau. Tujuh…. Kalau pada akhirnya harus mengutuk anaknya. Untuk apa? Malin, itu bukan Bunda. Sekarang, inilah Bunda, Malin. Bunda yang rela kakinya berdarah-darah, naik-turun gunung, jutaan hasta untuk menatap wajahmu. Enam…. Inilah Bunda, Malin. Bunda yang sabar sendirian menunggu ratusan malam di tengah udara jahat dan tamparan hujan untuk menyambut kedatangan kapal kau. Lima…. Inilah Bunda, Malin. Bunda yang rela mencium kaki kau dan bahkan berubah menjadi batu supaya kau tersenyum. Empat…. Bunda bersungguh-sungguh untuk membunuh diri jika kau tak menjawab, Malin. Tiga…. Apakah kau benar-benar telah menjadi batu? Telinga kau menjadi batu dan hati kau juga menjadi batu? Dua…. Sampai hitungan kesekian kau tidak juga menjawabku, Malin? Apakah Bunda terlalu hina untuk kau? Satu…. Ini sudah masuk hitungan terakhir. Kau di mana? Kau memang batu. Aku mengajari kau menjadi lautan, kau malah menjadi batu. Aku akan…. Ini detik terakhir…. Nol….Nol…. Nol…. Malin, kau sangat tega, ya? Ini kau sudah putuskan. Baiklah, mungkin ini yang terbaik. Bunda memang bersalah. Bunda memang telah mengutuk kau. (Mengoyak-ngoyak bajunya sendiri) Badan ini memang tak layak sebagai seorang bunda. Jantung ini memang baiknya diam selamanya untuk minta ampun pada kau. Bunda memang pantas mati untuk menebus kesalahan Bunda. Darah ini akan menjadi saksi. Nyawa ini untuk kau, Malin! BUNDA MENUSUK JANTUNGNYA SENDIRI. DALANG Duh, derita mana bisa kalahkan derita bunda Derita bunda karena kasih kepada putranya Dipalingkan dan dicampakkan putranya sendiri Putra yang tak menganggap bundanya lagi klik di sini untuk download naskah teater selengkapnya

BACA SELANJUTNYA »
NASKAH DRAMA Cahaya Rembulan

NASKAH DRAMA Cahaya Rembulan

Lakon Remaja Cahaya Rembulan oleh Rusmila DRAMATIC PERSONAE – Abdullah (Lelaki) – Fatimah – Aisyah – Hasan – Bi Inah – Lelaki Berjubah Putih – Bartender – Teman bartender – Sopir – Petugas rumah sakit PROLOG LELAKI ITU DUDUK SENDIRIAN DI SUDUT PUB DENGAN SEBATANG ROKOK YANG TERSELIP DI JEMARINYA. SEBENTAR-SEBENTAR BOLA MATANYA MENGERJAP SERAYA MENGGELENG-GELENGKAN KEPALA, SEOLAH HENDAK MENGENYAHKAN PIKIRAN YANG MEMENUHI ISI KEPALANYA. INGIN IA LARI DARI SEMUA PERSOALAN, MEMBEBASKAN DIRI DARI SEGALA MACAM BEBAN YANG MENDERA. AKAN TETAPI, LELAKI ITU TAK PERNAH BERHASIL. BABAK I DI PUB BAR ABDULLAH (Sambil setengah mabuk) Hei … bartender, tambaah lagi birnya! BARTENDER MENUANGKAN BIR KE GELAS LELAKI ITU LELAKI (Meneguk bir di gelasnya dengan sempoyongan) Ka … mu tau, siapa saya he … he? SAMBIL MENEPUK DADA. BARTENDER HANYA TERSENYUM LELAKI Sa … ya, sa … ya seorang lelaki sukses. Kamu, kamu tau, perusahaan saya besaaar sekali. Istri saya artis top. Anak-anak saya cantik dan ganteng. Saya punya uang banyak, berlimpah. BERDIRI SEMPOYONGAN. LELAKI ITU KEMBALI MEYODORKAN GELASNYA YANG SUDAH KOSONG. BARTENDER (Memegang bahu lelaki) Tuan sudah mabuk, sepuluh gelas sudah cukup, Tuan. Sebaiknya Tuan pulang saja. LELAKI (Menepis tangan bartender) Pulang …? Mabuk …? Akh, … kau gila. Aku tak mungkin mabuk. Aku ini …. LELAKI TERJATUH. SI BARTENDER DAN BEBERAPA PEGAWAI PUB ITU SEGERA MENGGOTONG LELAKI ITU KELUAR. MEREKA MENCARI SOPIR LELAKI ITU YANG SETIAP MALAM SETIA MENEMANINYA. klik di sini untuk download naskah teater selengkapnya

BACA SELANJUTNYA »
NASKAH DRAMA Lidah Tak Bertulang

NASKAH DRAMA Lidah Tak Bertulang

Lakon Remaja LIDAH TAK BERTULANG Karya Drs. U. Nurochmat PELAKU 1. IRMA Pelajar SMP 2. ESTI Pelajar SMP 3. JANET Pelajar SMP 4. RENI Pelajar SMP (siswa baru) Drama berlangsung dengan latar di sebuah warung yang mangkal di pinggir jalan di depan sekolah. Namun warung tersebut masih tutup. Pagi itu cukup cerah ketika Lena, Esti, Janet, dan seorang siswi baru sedang duduk-duduk sambil berbincang-bincang. Irma datang tergopoh-gopoh karena kesiangan. ADEGAN I IRMA (heran melihat teman-temannya malah berkumpul di warung Pak Edi) Hei, kok, masih pada mejeng di sini? (memandang ke arah kiri panggung) lho, sekolah kita sepi? (Esti tidak jadi menjawab karena Irma langsung memotong) Sebentar-sebentar … (meletakkan telunjuk menyilang di bibirnya seraya berpikir) Ini pasti ulah guru-guru kita. (menatap satu persatu teman-temannya dengan hati-hati) Mereka sedang rapat, kan? ESTI Memangnya kemarin kamu tidak membaca pengumuman di mading? Ketua kelas kita saja mengumumkan di depan kelas. IRMA Gimana mau baca? Aku kan nggak masuk sekolah. JANET Makanya kalau sekolah yang rajin, sehingga tidak ketinggalan informasi. IRMA (Menyadari ada anak baru, Irma meliriknya) Ini siapa, ya? ESTI Oya, aku sampai lupa. Kenalkan, ini Reni. (pada siswi baru) Ren, kenalkan ini teman kita Irmawati. (Irma dan Reni bersalaman) RENI Reni Ambarsari. IRMA Irmawati. Kamu siswa baru di sini? (Reni mengangguk dengan ramah) Pindahan dari mana? RENI Aku pindah dari Bandung. Dari SMP Negeri 2. ESTI Kalian berbincang-bincang dulu, ya! Aku kangen sama toilet dulu. JANET Huh, dasar beser! (mengiringi kepergian Esti) klik di sini untuk download naskah teater selengkapnya

BACA SELANJUTNYA »

Manusia BBM (Benar Benar Munafik)

  MANUSIA BBM (benar benar munafik) Karya:  Hamid Surip (abdul hamid) Teater TUMAN UNISNU JEPARA Pemain: – Sang penguasa – Nelayan – Ibu rumah tangga – Beberapa orang Sinopsis… Cerita ini hanyalah sedikit cuplikan dari sisi kehidupan masyarakat kita yang sangat menyedihkan… dalam cerita ini digambarkan seorang penguasa dengan pakian lengkap dengan jas dan dasi yang mewah. dalam cerita ini  dia(penguasa) pura pura tidak mendengar derita rakyat digambarkan dengan dia memakai had pone besar ditelinganya, dan pura pura tidak melihat penderitaan rakyat, dengan dia memakai kacamata hitam besar. Dan kebetulan saat ini yang terjadi  adalah naiknya harga BBM, maka saya angkatlah peristiwa ini dan pastinya akan memperparah kehidupan rakyat indonsia mayoritas. Mulai cerita… Setting : sebuah kursi shofa diantara barang barang rongsokan dan sebuah rumah kumuh dengan atap bolong bolong… (Lampu tengah panggung menyala pelan-pelan hingga benar-benar terang, Tepat ditengah panggung tampaklah sosok Seorang pria yang memakai baju dan celana necis serta berjas rapi lengkap dengan sepatu semirnya yang sedang duduk santai dikursi bagus sambil menyedot minuman yang terdapat pada tabung besar yang bertuliskan BBM + KERINGAT RAKYAT. Ekspresi angkuh dan cuaek abis…) (Setelah itu munculah dari sisi pojok panggung yaitu segerombol manusia yang penuh lumpur penuh sampah,berlumuran darah  sedangkan leher serta  tanganya terikat dan lengkap dengan rantai di kakinya…) (Kemudian segerombolan itu berjalan sempoyongan mengelilingi panggung…  dengan suara rintihan kesakitan yang menyelimuti suasana panggung…)   (Dan unsur  lain yang penting adalah rakyat, dalam cerita ini hanya sebagian pekerjaan yang saya ambil untuk menjadi contoh rakyat yang terkena dampak naik nya BBM, yaitu nelayan dan ibu rumah tangga. Gambaran seorang nelayan dalam naskah ini digambarkan dengan berjalan sambil membongkok perahunya)     Posisi Nelayan dan ibu rumah tangga berada tepat di sisi samping kanan dan kiri depan panggung…  

BACA SELANJUTNYA »

Laman sastra Indonesia hadir sebagai portal yang memungkinkan kita untuk menelusuri, memahami, dan menikmati berbagai karya sastra

Menu Laman Sastra