TAHANAN RANJANG Karya: Joko Pinurbo

TAHANAN RANJANG Karya: Joko Pinurbo Akhirnya ia lari meninggalkan ranjang. Lari sebelum tangan-tangan malam merampas tubuhnya dan menjebloskannya ke nganga waktu yang lebih dalam. “Selamat tinggal, negara. Aku tak ingin lebih lama lagi terpenjara. Mungkin di luar ranjang waktu bisa lebih luas dan lapang.” Ranjang memang sering rusuh dan rawan. Penuh horor dan teror. Di sana ada psikopat gentayangan sambil mengacung-acungkan pistol dan teriak, “Tiarap. Kau akan kutembak.” Kemudian ada yang balik mengancam sambil membentak, “Angkat tangan. Pistolmu tak bisa lagi meledak.” Ada yang lari meninggalkan ranjang. Ada yang ingin berumah kembali di ranjang. Pada kelambu merah ia baca tulisan: Ini penjara masih menerima tahanan. Dijamin puas dan jinak. Selamat malam. 1999 Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
NASKAH DRAMA Cahaya Rembulan

KISAH SENJA Karya: Joko Pinurbo

KISAH SENJA Karya: Joko Pinurbo Telah sekian lama mengembara, lelaki itu akhirnya pulang ke rumah. Ia membuka pintu, melemparkan ransel, jaket, sepatu. “Aku mau kopi,” katanya sambil dilepasnya pakaian kotor yang kecut baunya. Istrinya masih asyik di depan cermin, menghabiskan bedak dan lipstik, menghabiskan sepi dan rindu. “Aku mau piknik sebentar ke kuburan. Tolong jaga rumah ini baik-baik. Kemarin ada pencuri masuk mengambil buku harian dan surat-suratmu.” Tahu senja sudah menunggu, lelaki itu bergegas ke kamar mandi, gebyar-gebyur, bersiul-siul sendirian. Sedang istrinya berlenggak-lenggok di depan cermin, mematut-matut diri, senyum-senyum sendirian. “Kok belum cantik juga ya?” Lelaki itu pun berdandan, mencukur jenggot dan kumis, mencukur nyeri dan ngilu, mengenakan busana baru, lalu merokok, minum kopi, ongkang-ongkang, baca koran. “Aku minggat dulu mencari hidup. Tolong siapkan ransel, jaket, dan sepatu.” Si istri belum juga rampung memugar kecantikan di sekitar mata, bibir dan pipi. Ia masih mojok di depan cermin, di depan halusinasi. (1994) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
BALADA PENYEBERANG SUNGAI DAN BONGGOL KAYU Karya: Sapardi Djoko Damono

DESEMBER Karya: Joko Pinurbo

DESEMBER Karya: Joko Pinurbo Ingin kumimpikan banyak hal dan pergi ke malam yang jauh sambil membayangkan semuanya bakal kekal. Di musim yang rusuh ini, di musim yang resah ini hangatkan hari yang sebentar lagi tanggal. Kau menungguku di sebuah pintu dan aku datang melalui pintu yang tak kaulihat. Aku duduk di sudut yang gelap. Di pesta itu aku cuma pelancong tersesat. Tak usah menyesal, aku pulang lebih awal dari jadwal. Aku ingin pergi menghabiskan mimpi sebelum kabut datang memenuhi ruangan dan bara api di atas ranjang mendadak padam. Di musim yang rusuh ini, di musim yang resah ini hangatkan hari yang sebentar lagi tanggal, hangatkan hati yang tetap tinggal. (1991) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
Sajak Nyanyian Suto

BUNGA KUBURAN Karya: Joko Pinurbo

BUNGA KUBURAN Karya: Joko Pinurbo Gadis kecil itu suka sekali memetik mawar putih dari kuburan, kemudian menanamnya di ranjang. “Bunga ini, Bu, akan kuncup dalam tidurku.” Ibunya sangat sedih setiap melihat bunga itu mekar di ranjang dan harumnya memenuhi ruangan. “Trauma, anakku, menjulurkan wajahnya lewat bunga indah itu.” Ia lalu mencabutnya dan membuangnya ke halaman. Gadis kecil itu menangis tersedu-sedu; ia sangat mencintai bunga itu sebab, “Bunga ini secantik Ibu.” Ia tidak tahu bahwa ibunya sangat membenci kuburan itu. Kuburan itu terletak agak jauh di luar desa, disediakan khusus untuk mengubur mayat para penjahat. Dulu pernah datang seorang petualang, menyatakan cintanya, kemudian memperkosanya. Suatu hari petualang itu datang lagi, diringkus dan dikalahkannya. Gadis kecil itu suka sekali memetik bunga mawar putih dari kuburan dan ibunya tidak sampai hati mengatakan, “Buah hatiku, sesungguhnya kau anak si pemerkosa itu.” (2002) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
KURCACI Karya: Joko Pinurbo

KURCACI Karya: Joko Pinurbo

KURCACI Karya: Joko Pinurbo Kata-kata adalah kurcaci yang muncul tengah malam dan ia bukan pertapa suci yang kebal terhadap godaan. Kurcaci merubung tubuhnya yang berlumuran darah, sementara pena yang dihunusnya belum mau patah. (1998) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
PERTEMUAN Karya: Joko Pinurbo

PERTEMUAN Karya: Joko Pinurbo

PERTEMUAN Karya: Joko Pinurbo Ketika pulang, yang kutemu di dalam rumah hanya ranjang bobrok, onggokan popok, bau ompol, jerit tangis berkepanjangan, dan tumpukan mainan yang tinggal rongsokan. Di sudut kamar kulihat ibu masih suntuk berjaga, menjahit sarung dan celana yang makin meruyak koyaknya oleh gesekan-gesekan cinta dan usia. “Di mana Ayah?” aku menyapa dalam hening suara. “Biasanya Ayah khusyuk membaca di depan jendela.” “Ayah pergi mencari kamu,” sahutnya. “Sudah tiga puluh tahun ia meninggalkan Ibu.” “Baiklah, akan saya cari Ayah sampai ketemu. Selamat menjahit ya, Bu.” Di depan pintu aku berjumpa lelaki tua dengan baju usang, celana congklang. “Kok tergesa,” ia menyapa. “Kita mabuk-mabuk dululah.” “Kok baru pulang,” aku berkata. “Dari mana saja? Main judi ya?” “Saya habis berjuang mencari anak saya, 30 tahun lamanya. Sampeyan hendak ngeluyur ke mana?” “Saya hendak berjuang mencari ayah saya. Sudah 30 tahun saya tak mendengar dengkurnya.” Ia menatapku, aku menatapnya. “Selamat minggat,” ujarnya sambil mencubit pipiku. “Selamat ngorok,” ucapku sambil kucubit janggutnya. Ia siap melangkah ke dalam rumah, aku siap berangkat meninggalkan rumah. Dan dari dalam rumah Ibu berseru, “Duel sajalah!” (1998) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
DAERAH TERLARANG Karya: Joko Pinurbo

DAERAH TERLARANG Karya: Joko Pinurbo

DAERAH TERLARANG Karya: Joko Pinurbo Tiba di ranjang, setelah lama menggelandang ia memasuki daerah terlarang. Ranjang telah dikelilingi pagar kawat berduri dan ada anjing galak siap menghalau pencuri. “Kawasan Bebas Seks,” bunyi sebuah papan peringatan. Tak terdengar lagi cinta. Tak terdengar lagi ajal yang meronta pada tubuh yang digelinjang nafsu dalam nafas yang mendesah ah, mengeluh uh. Memang ada yang masih bermukim di ranjang: merawat ketiak, mengurus lemak, dan dengan membelalak ia membentak, “Pergi! Tak ada seks di sini.” “Kau kalah,” katanya. “Dulu kautinggalkan ranjang, sekarang hendak kaurampas sisa cinta yang kuawetkan.” “Tunggu pembalasanku,” timpalnya, “suatu saat aku akan datang lagi.” “Kutunggu kau di sini,” ia menantang, “akan kukubur jasadmu di bawah ranjang.” Ia pun pergi meninggalkan daerah terlarang dengan langkah seorang pecundang. “Tunggu!” teriak seseorang dari dalam ranjang. Tapi ia hanya menoleh dan mengepalkan tangan. (1998) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
KORBAN Karya: Joko Pinurbo

KORBAN Karya: Joko Pinurbo

KORBAN Karya: Joko Pinurbo Darah berceceran di atas ranjang. Jejak-jekak kaki pemburu membawa kami tersesat di tengah hutan. Siapakah korban yang telah terbantai di malam yang begini tenang dan damai? Terdengar jerit lengking perempuan yang terluka dan gagak-gagak datang menjemput ajalnya. Tapi perempuan anggun itu tiba-tiba muncul dari balik kegelapan dan dengan angkuh dilemparkannya bangkai pemburu yang malang. “Beginilah jika ada yang lancang mengusik jagat mimpiku yang tenteram. Hanya aku penguasa di wilayah ranjang.” (1996) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
KERANDA Karya: Joko Pinurbo

KERANDA Karya: Joko Pinurbo

KERANDA Karya: Joko Pinurbo Ranjang meminta kembali tubuh yang pernah dilahirkan dan diasuhnya dengan sepenuh cinta. “Semoga anakku yang pemberani, yang jauh merantau ke negeri-negeri igauan, menemukan jalan untuk pulang; pun jika aku sudah lapuk dan karatan.” Tapi tubuh sudah begitu jauh mengembara. Kalaupun sesekali datang, ia datang hanya untuk menabung luka. Dan ketika akhirnya pulang, ia sudah mayat tinggal rangka. Bagai si buta yang renta dan terbata-bata ia mengetuk-ngetuk pintu: “Ibu!” Ranjang yang demikian tegar lagi penyabar memeluknya erat: “Aku rela jadi keranda untukmu.” (1996) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
BERTELUR Karya Joko Pinurbo

BERTELUR Karya Joko Pinurbo

BERTELUR Karya: Joko Pinurbo Dengan perjuangan berat, alhamdulillah akhirnya aku bisa bertelur. Telurku lahir dengan selamat, warnanya hitam pekat. Aku ini seorang peternak: saban hari mengembangbiakkan kata dan belum kudapatkan kata yang bisa mengucapkan kita. Kata yang kucari, konon, ada di dalam telurku itu. Kuperam telurku di ranjang kata-kata yang sudah lama tak lagi melahirkan kata. Kuerami ia saban malam sampai tubuhku demam dan mulutku penuh igauan. Kalau aku lagi asyik mengeram, diam-diam telurku suka meloncat, memantul-mantul di lantai, kemudian menggelinding pelan ke toilet, dan ketika hampir saja nyemplung ke lubang kloset cepat-cepat ia kutangkap dan kubawa pulang ke ranjang. Mana telurku? Tiba-tiba banyak orang merasa kehilangan telur dan mengira aku telah mencurinya dari ranjang mereka. Ah telur kata, telur derita, akhirnya kau menetas juga. Kau menggelembung., memecah, memuncratkan darah. Itu bukan telurku! (2001) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »