Puisi WS Rendra Kupanggil Namamu

SELAMAT PAGI INDONESIA Karya: Sapardi Djoko Damono

SELAMAT PAGI INDONESIA Karya: Sapardi Djoko Damono selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk dan menyanyi kecil buatmu. aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu, dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam kerja yang sederhana; bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal. selalu kujumpai kau di bawah anak-anak sekolah, di mata para perempuan yang sabar, di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan; kami telah bersahabat dengan kenyataan untuk diam-diam mencintaimu. pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu agar tak sia-sia kau melahirkanku. seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya. aku pun pergi bekerja, menaklukkan kejemuan, merubahkan kesangsian, dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman yang megah, biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat, para perempuan menyalakan api, dan di telapak tangan para lelaki yang tabah telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura. selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil memberi salam kepada si anak kecil; terasa benar: aku tak lain milikmu Sapardi Djoko Damono

BACA SELANJUTNYA »
CATATAN MASA KECIL, 1 Karya: Sapardi Djoko Damono

CATATAN MASA KECIL, 1 Karya: Sapardi Djoko Damono

CATATAN MASA KECIL, 1 Karya: Sapardi Djoko Damono           Ia menjenguk ke dalam sumur mati itu dan tampak garis-garis patah dan berkas-berkas warna perak dan kristal-kristal hitam yang pernah disaksikannya ketika ia sakit dan mengigau dan memanggil-manggil ibunya. Mereka bilang ada ular menjaga di dasarnya. Ia melemparkan batu ke dalam sumur mati itu dan mendengar suara yang pernah dikenalnya lama sebelum ia mendengar tangisnya sendiri yang pertama kali. Mereka bilang sumur mati itu tak pernah keluar airnya.            Ia mencoba menerka kenapa ibunya tidak pernah mempercayai mereka. 1971 Sapardi Djoko Damono Buku: Hujan Bulan Juni

BACA SELANJUTNYA »
BALADA PENYEBERANG SUNGAI DAN BONGGOL KAYU Karya: Sapardi Djoko Damono

BALADA PENYEBERANG SUNGAI DAN BONGGOL KAYU Karya: Sapardi Djoko Damono

BALADA PENYEBERANG SUNGAI DAN BONGGOL KAYU Karya: Sapardi Djoko Damono naik dari tebing sungai sehabis menyeberang dari tepi sebelah timur ia duduk di bonggol kayu ia duduk memperhatikan barisan semut yang sama sekali tidak memperhatikannya ia duduk di bonggol kayu yang tidak pernah tahu asal-usulnya ia duduk memperhatikan seekor ular kecil berwarna hijau yang sama sekali tidak memperhatikan barisan semut yang tadi menjadi pusat perhatiannya ia duduk memperhatikan kura-kura yang tadi dilihatnya memanjat tebing sungai begitu pelahan sehingga menyebabkannya tidak mau lagi repot berpikir tentang waktu bangkit dari duduk di bonggol kayu ia berpikir sebaiknya menyeberang sungai lagi agar ingat untuk apa tadi menyeberang sesampai di tepi sebelah timur ia memusatkan pandangan ke bonggol kayu yang di seberang barat dan bertanya kenapa tadi duduk di atasnya lalu ia berpikir ada baiknya kalau menyeberang lagi agar yakin bahwa pernah duduk di bonggol kayu yang di seberang itu tepat di tengah sungai ia memutuskan untuk tidak perlu mengusut mengapa tadi duduk di bonggol kayu yang tidak suka ditanya perihal asal-usulnya tepat di tengah sungai ia berhenti dan berpikir sebaiknya dibiarkan saja semua ingatan tentang bonggol kayu yang pernah didudukinya ia memilih menjadi buih menggelembung putih mengikuti keriput air yang menghilir menuju tubir Sapardi Djoko Damono Buku: Babad Batu

BACA SELANJUTNYA »
MALAM ITU KAMI DI SANA Karya: Sapardi Djoko Damono

MALAM ITU KAMI DI SANA Karya: Sapardi Djoko Damono

MALAM ITU KAMI DI SANA Karya: Sapardi Djoko Damono “Kenapa kaubawa aku ke mari, Saudara?”; sebuah stasiun di dasar malam. Bayang-bayang putih di sudut peron menyusur bangku-bangku panjang; jarum-jarum jam tak         letihnya meloncat, merapat ke Sepi. Barangkali saja kami sedang menanti kereta yang biasa tiba setiap kali tiada seorang pun siap memberi tanda-tanda; barangkali saja kami sekedar ingin berada di sini ketika tak ada yang bergegas, yang cemas, yang         menanti-nanti; hanya nafas kami, menyusur batang-batang rel, mengeras         tiba-tiba; sinyal-sinyal kejang, lampu-lampu kuning yang menyusut di         udara sementara bayang-bayang putih di seluruh ruangan, “Tetapi katakan dahulu, Saudara, kenapa kaubawa aku ke mari?” 1970 Sapardi Djoko Damono Buku: Hujan Bulan Juni

BACA SELANJUTNYA »
AIR SELOKAN Karya: Sapardi Djoko Damono

AIR SELOKAN Karya: Sapardi Djoko Damono

AIR SELOKAN Karya: Sapardi Djoko Damono “Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit,” katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berjalan-jalan bersama istrimu yang sedang mengandung — ia hampir muntah karena bau sengit itu. Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis baunya. Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayar di kamar mati. Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding sesuatu: “Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu — alangkah indahnya!” Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang sekali. Sapardi Djoko Damono

BACA SELANJUTNYA »
SEPASANG LAMPU BECA Karya: Sapardi Djoko Damono

SEPASANG LAMPU BECA Karya: Sapardi Djoko Damono

SEPASANG LAMPU BECA Karya: Sapardi Djoko Damono untuk Isma Sawitri         ada sepasang beca bernyanyi lirih di muara gang tengah malam sementara si abang sudah tertidur sebelum gerimis reda         mereka harus tetap bernyanyi sebab kalau sunyi tiba-tiba sempurna bunga yang tadi siang tanggal dari keranda lewat itu akan mendadak semerbak dan menyusup ke dalam pori-pori si abang beca lalu mengalir di sela-sela darahnya sehingga ia merasa sedang bertapa dalam sebuah gua digoda oleh seribu bidadari yang menjemputnya ke suralaya dan hai selamat tinggal dunia Sapardi Djoko Damono Buku: Ayat-Ayat Api

BACA SELANJUTNYA »
RUANG INI Karya: Sapardi Djoko Damono

RUANG INI Karya: Sapardi Djoko Damono

RUANG INI Karya: Sapardi Djoko Damono kau seolah mengerti: tak ada lubang angin di ruang terkunci ini seberkas bunga plastik di atas meja, asbak yang penuh, dan sebuah buku yang terbuka pada halaman pertama kaucari catatan kaki itu, sia-sia Sapardi Djoko Damono Buku: Ayat-Ayat Api

BACA SELANJUTNYA »
AKU TENGAH MENANTIMU Karya: Sapardi Djoko Damono

AKU TENGAH MENANTIMU Karya: Sapardi Djoko Damono

AKU TENGAH MENANTIMU Karya: Sapardi Djoko Damono aku tengah menantimu, mengejang bunga randu alas di pucuk kemarau yang mulai gundul itu beberapa juni saja menguncup dalam diriku dan kemudian layu yang telah hati-hati kucatat, tapi diam-diam terlepas awan-awan kecil melintas di atas jembatan itu, aku menantimu musim telah mengembun di antara bulu-bulu mataku kudengar berulang suara gelombang udara memecah nafsu dan gairah telanjang di sini, bintang-bintang gelisah telah rontok kemarau-kemarau yang tipis; ada yang mendadak         sepi di tengah riuh bunga randu alas dan kembang turi aku pun         menanti barangkali semakin jarang awan-awan melintas di sana dan tak ada, kau pun, yang merasa ditunggu begitu lama Sapardi Djoko Damono Buku: Ayat-Ayat Api

BACA SELANJUTNYA »

Laman sastra Indonesia hadir sebagai portal yang memungkinkan kita untuk menelusuri, memahami, dan menikmati berbagai karya sastra

Menu Laman Sastra