PUISI : Wiji Thukul SAJAK SUARA

PUISI : Wiji Thukul SAJAK SUARA sesungguhnya suara itu tak bisa diredam mulut bisa dibungkam namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku suara-suara itu tak bisa dipenjarakan di sana bersemayam kemerdekaan apabila engkau memaksa diamaku siapkan untukmu: pemberontakan! sesungguhnya suara itu bukan perampok yang ingin merayah hartamu ia ingin bicara mengapa kau kokang senjata dan gemetar ketika suara-suara itu menuntut keadilan? sesungguhnya suara itu akan menjadi kata ialah yang mengajari aku bertanya dan pada akhirnya tidak bisa tidak engkau harus menjawabnya apabila engkau tetap bertahan aku akan memburumu seperti kutukan KUMPULAN PUISI WIJI THUKUL

BACA SELANJUTNYA »

PUISI : Wiji Thukul SAJAK NONTON HARGA

PUISI : Wiji Thukul SAJAK NONTON HARGA ayo keluar keliling kota tak perlu ongkos tak perlu biaya masuk toko perbelanjaan tingkat lima tak beli tak apa lihat-lihat saja kalau pingin durian apel-pisang-rambutan-anggur ayo.. kita bisa mencium baunya mengumbar hidung cuma-cuma tak perlu ongkos tak perlu biaya di kota kita buah macam apa asal mana saja ada kalau pingin lihat orang cantik di kota kita banyak gedung bioskop kita bisa nonton posternya atau ke diskotik di depan pintu kau boleh mengumbar telinga cuma-cuma mendengarkan detak musik denting botol lengking dan tawa bisa juga kau nikmati aroma minyak wangi luar negeri cuma-cuma aromanya saja ayo.. kita keliling kota hari ini ada peresmian hotel baru berbintang lima dibuka pejabat tinggi dihadiri artis-artis ternama ibukota lihat mobil para tamu berderet-deret satu kilometer panjangnya kota kita memang makin megah dan kaya tapi hari sudah malam ayo kita pulang ke rumah kontrakan sebelum kehabisan kendaraan ayo kita pulang ke rumah kontrakan tidur berderet-deret seperti ikan tangkapan siap dijual di pelelangan besok pagi kita ke pabrik kembali bekerja sarapan nasi bungkus ngutang seperti biasa 18 November 1996 KUMPULAN PUISI WIJI THUKUL

BACA SELANJUTNYA »

PUISI : Wiji Thukul PERINGATAN

PUISI : Wiji Thukul PERINGATAN Jika rakyat pergi Ketika penguasa pidato Kita harus hati-hati Barangkali mereka putus asa Kalau rakyat bersembunyi Dan berbisik-bisik Ketika membicarakan masalahnya sendiri Penguasa harus waspada dan belajar mendengar Bila rakyat berani mengeluh Itu artinya sudah gawat Dan bila omongan penguasa Tidak boleh dibantah Kebenaran pasti terancam Apabila usul ditolak tanpa ditimbang Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan Dituduh subversif dan mengganggu keamanan Maka hanya ada satu kata: lawan!. 1986 Wiji Thukul

BACA SELANJUTNYA »

PUISI : Wiji Thukul BUNGA DAN TEMBOK

PUISI : Wiji Thukul BUNGA DAN TEMBOK Seumpama bunga Kami adalah bunga yang tak Kau hendaki tumbuh Engkau lebih suka membangun Rumah dan merampas tanah Seumpama bunga Kami adalah bunga yang tak Kau kehendaki adanya Engkau lebih suka membangun Jalan raya dan pagar besi Seumpama bunga Kami adalah bunga yang Dirontokkan di bumi kami sendiri Jika kami bunga Engkau adalah tembok itu Tapi di tubuh tembok itu Telah kami sebar biji-biji Suatu saat kami akan tumbuh bersama Dengan keyakinan: engkau harus hancur! Dalam keyakinan kami Di manapun – tirani harus tumbang! Wiji Thukul

BACA SELANJUTNYA »

PUISI : Wiji Thukul NYANYIAN AKAR RUMPUT

PUISI : Wiji Thukul NYANYIAN AKAR RUMPUT jalan raya dilebarkan kami terusir mendirikan kampung digusur kami pindah-pindah menempel di tembok-tembok dicabut terbuang kami rumput butuh tanah dengar! Ayo gabung ke kami Biar jadi mimpi buruk presiden! Wiji Thukul

BACA SELANJUTNYA »

PUISI : Wiji Thukul TENTANG SEBUAH GERAKAN

PUISI : Wiji Thukul TENTANG SEBUAH GERAKAN Tadinya aku pingin bilang aku butuh rumah tapi lantas kuganti dengan kalimat SETIAP ORANG BUTUH TANAH ingat: Setiap orang . aku berpikir tentang sebuah gerakan tapi mana mungkin aku nuntut sendirian . aku bukan orang suci yang bisa hidup dari sekepal nasi dan air sekendi aku butuh celana dan baju untuk menutup kemaluanku . aku berpikir tentang sebuah gerakan tapi mana mungkin kalau diam Wiji Thukul

BACA SELANJUTNYA »

PUISI : Wiji Thukul PULANGLAH, NANG

PUISI : Wiji Thukul PULANGLAH, NANG pulanglah, nang jangan dolanan sama si kuncung si kuncung memang nakal nanti bajumu kotor lagi disirami air selokan pulanglah, nang nanti kamu menangis lagi jangan dolanan sama anaknya pak kerto si bejo memang mbeling kukunya hitam panjang-panjang kalau makan tidak cuci tangan nanti kamu ketularan cacingan pulanglah, nang kamu kan punya mobil-mobilan kapal terbang bikinan taiwan senapan atom bikinan jepang kamu kan punya robot yang bisa jalan sendiri pulanglah, nang nanti kamu digebuki mamimu lagi kamu pasti belum tidur siang pulanglah, nang jangan dolanan sama anaknya mbok sukiyem mbok sukiyem memang keterlaluan si slamet sudah besar tapi belum disekolahkan pulanglah, nang pasti papimu marah lagi kamu pasti belum bikin pr belajar yang rajin biar nanti jadi dokter solo, september 86 wiji thukul

BACA SELANJUTNYA »

PUISI : Wiji Thukul RIWAYAT

PUISI : Wiji Thukul RIWAYAT seperti tanah lempung pinggir kampung masa laluku kuaduk-aduk kubikin bentuk-bentuk patung peringatan berkali-kali kuhancurkan kubentuk lagi kuhancurkan kubentuk lagi patungku tak jadi-jadi aku ingin sempurna patungku tak jadi-jadi lihat! diriku makin belepotan dalam penciptaan kalangan, oktober 87 wiji thukul

BACA SELANJUTNYA »

PUISI : Wiji Thukul CATATAN MALAM

PUISI : Wiji Thukul CATATAN MALAM anjing nyalak lampuku padam aku nelentang sendirian kepala di bantal pikiran menerawang membayangkan pernikahan (pacarku buruh harganya tak lebih dua ratus rupiah per jam) kukibaskan pikiran tadi dalam gelap makin pekat aku ini penyair miskin tapi kekasihku cinta cinta menuntun kami ke masa depan solo-kalangan, 23 februari 88 wiji thukul

BACA SELANJUTNYA »

PUISI : Wiji Thukul CATATAN

PUISI : Wiji Thukul CATATAN udara ac asing di tubuhku mataku bingung melihat deretan buku-buku sastra dan buku-buku tebal intelektual terkemuka tetapi harganya oo… aku ternganga musik stereo mengitariku penjaga stand cantik-cantik sandal jepit dan ubin mengkilat betapa jauh jarak kami uang sepuluh ribu di sakuku di sini hanya dapat dua buku untuk keluargaku cukup buat makan seminggu gemerlap toko-toko di kota dan kumuh kampungku dua dunia yang tak pernah bertemu solo, 87-88 wiji thukul

BACA SELANJUTNYA »