AKU MENUNTUT PERUBAHAN Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

AKU MENUNTUT PERUBAHAN Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul seratus lubang kakus lebih berarti bagiku ketimbang mulut besarmu tak penting siapa yang menang nanti sudah bosan kami dengan model urip kayak gini ngising bingung, hujan bocor kami tidak butuh mantra jampi-jampi atau janji atau sekarung beras dari gudang makanan kaum majikan tak bisa menghapus kemelaratan belas kasihan dan derma baju bekas tak bisa menolong kami kami tak percaya lagi pada itu partai politik omongan kerja mereka tak bisa bikin perut kenyang mengawang jauh dari kami punya persoalan bubarkan saja itu komedi gombal kami ingin tidur pulas utang lunas betul-betul merdeka tidak tertekan kami sudah bosan dengan model urip kayak gini tegasnya aku menuntut perubahan wiji thukul nyanyin akar rumput

BACA SELANJUTNYA »

BALADA PELURU Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

BALADA PELURU Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul di mana moncong senapan itu? aku pengin meledak sekaligus jadi peluru mencari jidatmu mengarah mampusmu akan kulihat nyawamu yang terbang dan kukejar-kejar dengan nyawaku sendiri agar tahu rumahmu aku rela bunuh diri tentu saja setelah tahu ke mana pulangmu tetapi peluru yang mencari jidatmu itu hanya ketemu matamu yang menyihir sim salabim kembali kau pada wujudmu asli! dan memang tidak akan pernah ada yang kan membawakan senapan untukku apalagi jidat mimpi indah kali ini mimpi indah kali ini mengapa kekal? wiji thukul nyanyian akar rumput

BACA SELANJUTNYA »

ISTIRAHATLAH KATA-KATA Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

ISTIRAHATLAH KATA-KATA Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul istirahatlah kata-kata jangan menyembur-nyembur orang-orang bisu kembalilah ke dalam rahim segala tangis dan kebusukan dalam sunyi yang meringis tempat orang-orang mengikari menahan ucapannya sendiri tidurlah, kata-kata kita bangkit nanti menghimpun tuntutan-tuntutan yang miskin papa dan dihancurkan nanti kita akan mengucapkan bersama tindakan bikin perhitungan tak bisa lagi ditahan-tahan solo sorogenen, 12 agustus 88 wiji thukul buku: nyanyian akar rumput

BACA SELANJUTNYA »

KEMARAU Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

KEMARAU Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul ember kosong gentong melompong baju jemuran seng atap rumah menyilaukan mata bumi menguap blingsatan anjing kucing kurap dan gelandangan berjingkat-jingkat melewati restoran dan supermarket yang mewah dan angkuh ada bau bensin di parkiran mobil ada bau parfum setelah pintu dibanting ada lalat hijau mendengung berputar-putar di kotamu ini mencari bangkai barangkali itu dirimu atau diriku siapa tahu kita telah membusuk diam-diam 1 januari 97 wiji thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

IBUNDA Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

IBUNDA Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul ibunda akhirnya menjengukku juga datang ke penjara dari kampung ke ibukota melihat anak tersayang babak belur dianiaya tentara ibunda akhirnya angkat bicara menggugat tuan jaksa yang menjebloskan anaknya berbulan-bulan ke penjara negara tak jelas pasal kesalahannya kejahatan apakah yang direncanakan oleh anakku hingga kalian pukuli dia siang-malam seperti anjing liar saja? kejahatan macam apakah yang dijalankan oleh anakku hingga kalian main setrum seenaknya sampai anakku demam tinggi suhu panas badannya? durhaka apakah yang diperbuat oleh anakku hingga tubuhnya mati rasa kalian siksa? hak istimewa apakah yang kalian miliki begitu sewenang-wenang kalian main hakim menjalankan pengadilan tanpa undang-undang? undang-undang apakah yang kalian praktikkan…?? tuan jaksa, jawab, tuan jaksa undang-undang mana, bikinan siapa yang mengizinkan pejabat negara menganiaya rakyat dan menginjak hak-haknya? tuan jaksa, tuan jaksa undang-undang mana, bikinan siapa yang memberi hak pada pejabat negara meremehkan nyawa? tuan jaksa, jawab, tuan jaksa tanyakan kepada para ibunda di mana pun juga siapa rela bila anaknya terancam keselamatan jiwanya tuan jaksa, jawab, tuan jaksa tanyakan kepada para ibunda siapa saja siapa rela melihat si jantung hati darah dagingnya dicederai biarpun yang melakukannya penguasa maka sekalian aku menempuh bahaya demi keadilan si buah hati aku menuntut tuan jaksa, bebaskan dia…!! 15 november 96 wiji thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

SAJAK UNTUKMU Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

SAJAK UNTUKMU Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul sapaan anjing dari kelompok pink floyd rasuk ke darah inilah pekerjaanku siang ini memandang langit silau, merenungi gelisah kusut keringat liar mengalir di dalam dan tubuh lelah di dalam darah, dada, tulang, dan rasa bayang-bayang berlarian dan angin selatan meyakinkan ragunya ini bukan selatan, bukan, ini bukan utara, bukan bukan bukan ini bukan barat, bukan timur ya, siang ini masing-masing arah tak yakin pada posisinya di sanalah akan aku temui duniamu, di sanalah kelam bulat garis ranjang yang muram, bantal-bantal tak mengantuk tapi kelambunya dibiarkan berkibar lepas disorot cahaya dari langit hampir tanpa warna hampa di sanalah ibu anakmu ingin tidur dan tak punya mata mengantarmu dan bapak berangkat ke dunia baru yang sesungguhnya usang tapi selalu saja kita terkejut dengan cara perjalanan itu (kus, siang itu aku betul-betul ingin tidur) matahari beberapa juta daun berterima kasih padamu biar pun pohon itu akhirnya ranum buahnya kaugugurkan matahari berapa juta terima kasih harus kubenamkan padamu atas pertanyaannya yang tak bisa kujawab dan membuatku hidup itu membikin irama pink floyd membawa suara organ piano memetik sinar gitar lewat jari-jarinya yang tidak kelihatan burung-burung sudah jarang mungkin ingin berkicau di pinggir kota pink floyd membawakan lagi sebuah nomor lagu dari albumnya terbaru aku juga lari mengambil buku puisi masa depan datang menyamar jadi anak-anak membawa topeng banyak dan menakutkan dan lucu pink floyd membawakan lagi sebuah nomor lalu dengan geli aku membacakan puisi cinta, bagimu Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

DERITA SUDAH NAIK SELEHER Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

DERITA SUDAH NAIK SELEHER Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul kaulempar aku dalam gelap hingga hidupku menjadi gelap kausiksa aku sangat keras hingga aku makin mengeras kaupaksa aku terus menunduk tapi keputusan tambah tegak darah sudah kauteteskan dari bibirku luka sudah kaubilurkan ke sekujur tubuhku cahaya sudah kaurampas dari biji mataku derita sudah naik seleher kau menindas sampai di luar batas 17 November 96 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

BURUNG DARA PAGI TERBANG Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

BURUNG DARA PAGI TERBANG Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul burung dara pagi terbang pulang sarang rembang petang tidur mendengkur tiada beban di mata pada ketakpastian musim burung dara pagi terbang tiada cemas di mata pada matahari yang tergelincir tidur malam tanpa mimpi buruk punyaku hanya gema bernama luka dan kenangan pagi berangkat kerja sore tertegun, bintang di kamarku mengganti angka-angka kalender Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

MEGATRUH SOLIDARITAS Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

akulah bocah cilik itu kini aku datang kepada dirimu akan kuceritakan masa kanak-kanakmu akulah bocah cilik itu yang tak berani pulang karena mencuri uang simbok untuk beli benang layang-layang akulah bocah cilik itu yang tak pernah menang bila berkelahi yang selalu menangis bila bermain sepak-sepong aku adalah salah seorang dari bocah-bocah kucel yang mengoreki tumpukan sampah mencari sisa kacang atom dan sisa moto buangan pabrik akulah bocah bengal itu yang kelayapan di tengah arena sekaten nyerobot brondong dan celengan dan menangis di tengah jalan karena tak bisa pulang akulah bocah cilik itu yang ramai-ramai rebutan kulit durian dan digigit anjing ketika nonton televisi di rumah bah sabun ya, engkaulah bocah cilik itu sekarang umurku dua puluh empat ya, akulah bocah cilik itu sekarang aku datang kepada dirimu karena kudengar kabar seorang kawan kita mati terkapar mati ditembak, mayatnya dibuang kepalanya koyak darahnya mengental dalam selokan solo, 31 januari 87 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

AKU DILAHIRKAN DI SEBUAH PESTA YANG TAK PERNAH SELESAI

Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul aku dilahirkan di sebuah pesta yang tak pernah selesai selalu saja ada yang datang dan pergi hingga hari ini ada bunga putih dan ungu dekat jendela di mana mereka dapat memandang dan merasakan kesedihan dan kebahagiaan tak ada menjadi miliknya ada potret penuh debu, potret mereka yang hadir dalam pesta itu entah sekarang di mana setelah mati ada yang merindukan kubur bagi angannya sendiri yang melukis waktu sebagai ular ada yang ingin tidur sepanjang hari bangun ketika hari penjemputan tiba agar tidak merasakan menit-menit yang menekan dan berat di sana ada meja penuh kue aneka warna mereka menawarkannya kepadaku kuterima kucicipi semua enak! itulah sebabnya aku selalu lapar sebab aku hanya punya satu: kemungkinan! tuhanku, aku terluka dalam keindahanmu Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »