REPORTASE DARI PUSKESMAS Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

barangkali karena ikan laut yang kumakan ya barangkali ikan laut. seminggu ini tubuhku gatal-gatal ya.. gatal-gatal karena itu dengan lima ratus rupiah aku daftarkan diri ke loket, ternyata cuma seratus lima puluh murah sekali oo.. murah sekali! lalu aku menunggu berdiri. bukan aku saja. tapi berpuluh-puluh bayi digendong. orang-orang batuk kursi-kursi tak cukup maka berdirilah aku. “sakit apa pak?” aku bertanya kepada seorang bapak berkaos lorek kurus. bersandal jepit dan yang kemudian mengaku sebagai penjual kaos celana pakaian rombeng di pasar johar. “batuk-pilek-pusing-sesek nafas wah! campur jadi satu nak! bayangkan tiga hari menggigil panas tak tidur.” ceritanya kepadaku. mendengar cerita lelaki itu seorang ibu (40 th) menjerit gembira: “ya ampun rupanya bukan aku saja!” di ruang tunggu terjejal yang sakit pagi itu sakit gigi mules mencret demam semua bersatu. jadi satu. menunggu. o ya pagi itu seorang tukang kayu sudah tiga hari tak kerja. kakinya merah bengkak gemetar “menginjak paku!” katanya, meringis. puskesmas itu demokratis sekali, pikirku sakit gigi, sakit mata, mencret, kurapan, demam tak bisa tidur, semua disuntik dengan obat yang sama. ini namanya sama rasa sama rasa. ini namanya setiap warga negara mendapatkan haknya semua yang sakit diberi obat yang sama! Semarang, 1986 Wiji Thukul

BACA SELANJUTNYA »

JANGAN LUPA KEKASIHKU Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

jangan lupa, kekasihku jika terang bulan kita jalan-jalan yang tidur di depan rumah di pinggir selokan itu tetangga kita, kekasihku jangan lupa, kekasihku jika pukul lima buruh-buruh perempuan yang matanya letih jalan sama-sama denganmu berbondong-bondong itu kawanmu, kekasihku jangan lupa, kekasihku jika kau ditanya siapa mertuamu jawablah: yang menarik becak itu itu bapakmu, kekasihku jangan lupa, kekasihku pada siapa pun yang bertanya sebutkan namamu jangan malu itu namamu, kekasihku Kalangan-Solo, 14 Maret 1988 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

SEMENJAK AKU BERKENALAN DENGANMU semenjak aku berkenalan denganmu inilah yang kukerjakan mengutungi lengan dan kaki yang tumbuh di umur sekujur inilah yang membikin pilu bertemu denganmu tak perlu ke mana-mana tapi inilah yang terjadi lengan dan kakiku selalu tumbuh sedang untuk memelukmu tak perlu jari ini seribu lenganku seribu kakiku menjauhkanku padamu palur, 23 november 83, solo Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

LIRIK-LIRIK PAGI Puisi Karya: Wiji Thukul

kubuka atap pagi: kabut timur putih, biru puncak lawu biru bayangan pepohonan bukit kehangatan menjalari pelepah pisang dan kulit jati, waru di kampung ke sisi-sisi balik dedaunan, kisi rumah tinggi hening puncak lawu alam di langit tengadah dialog semadi bisu: siapa memadamkan bintang malam hingga pucat dilanggar siang membuat kantuk semak perdu kilatan merah matahari di lengkung embun rekah jatuh di tanah pagi musik riuh hati yang sepi dipukul, dipetik, digesek tangan-tangan tangan-tangan rentangan kenangan yang menggores hati dan kucur yang menggores hati dan hilang sahabat-sahabat manusia huruf-huruf puisi Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

AUTOBIOGRAFI Puisi Karya: Wiji Thukul

tak pernah selesai pertarungan menjadi manusia tak pernah terurai pertarungan menjadi rahasia adalah buku lapar arti tipis segara habis diburu kurubur waktu hari-hari pun sajak menagih kata kata-kata pun ketahigan jiwa dalam sebuah buku lembar-lembar berguguran tak seperti bunga tetap kita sirami di tamanmu ini Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

DI TINGKAT EMPAT Puisi Karya: Wiji Thukul

DI TINGKAT EMPAT Puisi Karya: Wiji Thukul di tingkat empat kotaku di bawah itu kelap-kelip lampu beribu di tingkat empat kulihat diriku melayang di bawah orang-orang ribut mencibirkan bibir melihat kepalaku pecah dan wajahku dan jiwaku yang pengecut dari tingkat empat kalau aku melompat diriku rata oleh aspal dan lalu lintas tapi akankah bertemu atau tetap gelisah mencari di tingkat empat kuseret diriku kuajak pergi sebelum lampu-lampu di bawahku merayuku lebih jauh. Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

BURON Karya: Wiji Thukul

baju lain celana lain potongan rambut lain buku yang dibaca lain bahan percakapan lain nama lain identitas lain ekspresi lain menjadi diri sendiri adalah tindakan subversi di negeri ini maka selalu siaga polisi tentara hukum dan penjara bagi siapa saja yang menolak menjadi orang lain 20 September 1996 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

TERUS TERANG SAJA Karya: Wiji Thukul

apakah aku ini tepung terigu atau gumpalan kapas atau cabe busuk yang merosot harganya sehingga harus ditolong atau kayu gelondongan bahan baku plywood kualitas ekspor dari hutan-hutan yang kini botak karena hph dan gergaji mesin pembangunan keadilan berkemakmuran dan kemakmuran berkeadilan siapakah aku ini kaki kursikah atau botol kosong atau rakyat lebak yang harus bekerja bakti mencabuti rumput halaman kadipaten karena tuan pejabat gubernemen mau lewat apakah aku ini rakyat yang berdebar-debar di sekitar hari proklamasi menyimak pidato soekarno apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka? ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-henti diperkosa perusahaan multinasional yang menuntut kenaikan upah ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara? apakah aku ini cuma angka-angka yang menarik untuk bahan disertasi dan meraih gelar doktor yang tidak berotak tidak bermulut yang secara rutin dilaporkan kepada bank dunia sebagai jaminan utang dan landasan tinggal landas? sekarang demokrasi sudah 100% bulat tanpa debat tapi aku belum menjadi aku sejati karena aku dibungkam oleh demokrasi 100% yang tidak bisa salah namun aku sangsi karena kemelaratan belum dilumpuhkan aku sangsi pada yang 100% benar terus terang saja! 2 Oktober 1996 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

AKU BERKELANA DI UDARA Karya: Wiji Thukul

aku berkelana di udara singgah di gelombang-gelombang radio di udara kalian tak bisa mendusta gelombang radio tak bisa dibungkam dengan senjata di udara tak ada pembredelan di sana menteri luar negeri menteri penerangan dan presiden tak bisa ngomong seenaknya di udara seribu suara berbicara kalian tak bisa menyeragamkannya ketika meletus peluru laras senapan gemanya menyebar ke sudut-sudut benua kekejaman dikabarkan kepada berjuta warga dunia kebusukan menyebar siapa saja menguburnya di udara penguasa seperti Raja Telanjang* tua tambun dan menggelikan 12 November 1996 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput *Raja Telanjang adalah dongeng karya H.C. Andersen.

BACA SELANJUTNYA »

MOMOK HIYONG Karya: Wiji Thukul

momok hiyong si biang kerok paling jago bikin ricuh kalau situasi keruh jingkrak-jingkrak ia bikin kacau dia ahlinya akalnya bulus, siasatnya ular kejamnya sebanding nero sefasis hitler, sefeodal raja ketoprak luar biasa cerdasnya di luar batas culasnya demokrasi dijadikan bola mainan hak asasi ditafsirkan semau gue emas doyan, hutan doyan kursi doyan, nyawa doyan luar biasa tanah air digadaikan masa depan rakyat digelapkan dijadikan jaminan utang momok hiyong, momok hiyong apakah ia abadi dan tak bisa mati? momok hiyong, momok hiyong, berapa ember lagi darah yang ingin kauminum? 30 September 1996 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput *Momok Hiyong adalah nama sebangsa hantu dalam mitologi masyarakat Jawa. Biasa didongengkan oleh para orangtua untuk menakut-nakuti anak-anak yang tidak mau atau susah tidur.

BACA SELANJUTNYA »