NASKAH DRAMA Cahaya Rembulan

KISAH SENJA Karya: Joko Pinurbo

KISAH SENJA Karya: Joko Pinurbo Telah sekian lama mengembara, lelaki itu akhirnya pulang ke rumah. Ia membuka pintu, melemparkan ransel, jaket, sepatu. “Aku mau kopi,” katanya sambil dilepasnya pakaian kotor yang kecut baunya. Istrinya masih asyik di depan cermin, menghabiskan bedak dan lipstik, menghabiskan sepi dan rindu. “Aku mau piknik sebentar ke kuburan. Tolong jaga rumah ini baik-baik. Kemarin ada pencuri masuk mengambil buku harian dan surat-suratmu.” Tahu senja sudah menunggu, lelaki itu bergegas ke kamar mandi, gebyar-gebyur, bersiul-siul sendirian. Sedang istrinya berlenggak-lenggok di depan cermin, mematut-matut diri, senyum-senyum sendirian. “Kok belum cantik juga ya?” Lelaki itu pun berdandan, mencukur jenggot dan kumis, mencukur nyeri dan ngilu, mengenakan busana baru, lalu merokok, minum kopi, ongkang-ongkang, baca koran. “Aku minggat dulu mencari hidup. Tolong siapkan ransel, jaket, dan sepatu.” Si istri belum juga rampung memugar kecantikan di sekitar mata, bibir dan pipi. Ia masih mojok di depan cermin, di depan halusinasi. (1994) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
BALADA PENYEBERANG SUNGAI DAN BONGGOL KAYU Karya: Sapardi Djoko Damono

DESEMBER Karya: Joko Pinurbo

DESEMBER Karya: Joko Pinurbo Ingin kumimpikan banyak hal dan pergi ke malam yang jauh sambil membayangkan semuanya bakal kekal. Di musim yang rusuh ini, di musim yang resah ini hangatkan hari yang sebentar lagi tanggal. Kau menungguku di sebuah pintu dan aku datang melalui pintu yang tak kaulihat. Aku duduk di sudut yang gelap. Di pesta itu aku cuma pelancong tersesat. Tak usah menyesal, aku pulang lebih awal dari jadwal. Aku ingin pergi menghabiskan mimpi sebelum kabut datang memenuhi ruangan dan bara api di atas ranjang mendadak padam. Di musim yang rusuh ini, di musim yang resah ini hangatkan hari yang sebentar lagi tanggal, hangatkan hati yang tetap tinggal. (1991) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
Sajak Nyanyian Suto

BUNGA KUBURAN Karya: Joko Pinurbo

BUNGA KUBURAN Karya: Joko Pinurbo Gadis kecil itu suka sekali memetik mawar putih dari kuburan, kemudian menanamnya di ranjang. “Bunga ini, Bu, akan kuncup dalam tidurku.” Ibunya sangat sedih setiap melihat bunga itu mekar di ranjang dan harumnya memenuhi ruangan. “Trauma, anakku, menjulurkan wajahnya lewat bunga indah itu.” Ia lalu mencabutnya dan membuangnya ke halaman. Gadis kecil itu menangis tersedu-sedu; ia sangat mencintai bunga itu sebab, “Bunga ini secantik Ibu.” Ia tidak tahu bahwa ibunya sangat membenci kuburan itu. Kuburan itu terletak agak jauh di luar desa, disediakan khusus untuk mengubur mayat para penjahat. Dulu pernah datang seorang petualang, menyatakan cintanya, kemudian memperkosanya. Suatu hari petualang itu datang lagi, diringkus dan dikalahkannya. Gadis kecil itu suka sekali memetik bunga mawar putih dari kuburan dan ibunya tidak sampai hati mengatakan, “Buah hatiku, sesungguhnya kau anak si pemerkosa itu.” (2002) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
PUISI DOA DI JAKARTA

PUISI DOA DI JAKARTA – WS RENDRA

PUISI DOA DI JAKARTA – WS RENDRA Tuhan yang Maha Esa, alangkah tegangnya melihat hidup yang tergadai, fikiran yang dipabrikkan, dan masyarakat yang diternakkan. Malam rebah dalam udara yang kotor. Di manakah harapan akan dikaitkan bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan? Dendam diasah di kolong yang basah siap untuk terseret dalam gelombang edan. Perkelahian dalam hidup sehari-hari telah menjadi kewajaran. Pepatah dan petitih tak akan menyelesaikan masalah bagi hidup yang bosan, terpenjara, tanpa jendela. Tuhan yang Maha Faham, alangkah tak masuk akal jarak selangkah yang bererti empat puluh tahun gaji seorang buruh, yang memisahkan sebuah halaman bertaman tanaman hias dengan rumah-rumah tanpa sumur dan W.C. Hati manusia telah menjadi acuh, panser yang angkuh, traktor yang dendam. Tuhan yang Maha Rahman, ketika air mata menjadi gombal, dan kata-kata menjadi lumpur becek, aku menoleh ke utara dan ke selatan – di manakah Kamu? Di manakah tabungan keramik untuk wang logam? Di manakah catatan belanja harian? Di manakah peradaban? Ya, Tuhan yang Maha Hakim, harapan kosong, optimisme hampa. Hanya akal sihat dan daya hidup menjadi peganganku yang nyata. Ibumu mempunyai hak yang sekiranya kamu mengetahui tentu itu besar sekali Kebaikanmu yang banyak ini Sungguh di sisi-Nya masih sedikit Berapa banyak malam yang ia gunakan mengaduh karena menanggung bebanmu Dalam pelayanannya ia menanggung rintih dan nafas panjang Ketika melahirkan andai kamu mengetahui keletihan yang ditanggungnya Dari balik sumbatan kerongkongannya hatinya terbang Berapa banyak ia membasuh sakitmu dengan tangannya Pangkuannya bagimu adalah sebuah ranjang Sesuatu yang kamu keluhkan selalu ditebusnya dengan dirinya Dari susunya keluarlah minuman yang sangat enak buatmu Berapa kali ia lapar dan ia memberikan makanannya kepadamu Dengan belas kasih dan kasih sayang saat kamu masih kecil Aneh orang yang berakal tapi masih mengikuti hawa nafsunya Aneh orang yang buta mata hatinya sementara matanya melihat Wujudkan cintaimu dengan memberikan doamu yang setulusnya pada ibumu Karena kamu sangat membutuhkan doanya padamu

BACA SELANJUTNYA »

Laman sastra Indonesia hadir sebagai portal yang memungkinkan kita untuk menelusuri, memahami, dan menikmati berbagai karya sastra

Menu Laman Sastra