KEPADA IBUKU Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

I ibu aku tidak punya data komplet tentang ketidakadilan hanya mataku terpukau di ingar jalan raya aspalan kendaraan bikinan jepan, itali, amerika laju tetapi abang-abang becak disingkirkan oleh kebijaksanaan pembangunan ibu di dadamu subur aku melihat ladang-ladang tebu tetapi petani ditipu pabrik gula dan jakarta seperti paris penuh honda, suzuki, mercy, jimny udara kotor, jalan macet tetapi mengapa abang-abang becak disingkirkan oleh kebijaksanaan pembangunan? gali-gali dibunuh mati, koruptor korupsi aman sentosa sehat walafiat seperti sediakala dan radio kita semakin sering warta berita: pembangunan di indonesia berkembang pesat dan jauh dibandingkan ketika kami berkunjung kemari tahun lalu demikian menurut menteri luar negeri anu saksikanlah di layar televisi republik indonesia petani-petani panen padi palawija wajahnya riang gembira sementara kampanye sebelum pemilu semakin galak II siapa boleh tinggal di tanah ibu ini? tentu saja siapa yang sanggup membayar hukum dan membeli surat izin dagang anakku. lalu bagaimana dengan saudara-saudaraku yang tak mampu? Gampang, nak, ikutlah kb, jangan banyak anak, ini penting demi hidup masa depan sejahtera boleh pilih tinggal di tanah negara atau transmigrasi ke luar jawa atau silakan jadi kere jangan takut lapar, nak! kota adalah gudang pangan bebas digenggam siapa pun yang tega hati Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

WANI, BAPAKMU HARUS PERGI Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

Wani, bapakmu harus pergi kalau teman-temanmu tanya kenapa bapakmu dicari-cari polisi jawab saja: ”karena bapakku orang berani” kalau nanti ibu didatangi polisi lagi menangislah sekuatmu biar tetangga kanan kiri datang dan mengira ada pencuri masuk rumah kita Dalam pelarian, 1996-1998 Wiji Thukul Catatan: Puisi ini ditulis dengan tanpa judul, ditujukan kepada anak perempuan Wiji Thukul, Wani. Diperkirakan ditulis dalam pelarian antara tahun 1996-1998.

BACA SELANJUTNYA »

REPORTASE DARI PUSKESMAS Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

barangkali karena ikan laut yang kumakan ya barangkali ikan laut. seminggu ini tubuhku gatal-gatal ya.. gatal-gatal karena itu dengan lima ratus rupiah aku daftarkan diri ke loket, ternyata cuma seratus lima puluh murah sekali oo.. murah sekali! lalu aku menunggu berdiri. bukan aku saja. tapi berpuluh-puluh bayi digendong. orang-orang batuk kursi-kursi tak cukup maka berdirilah aku. “sakit apa pak?” aku bertanya kepada seorang bapak berkaos lorek kurus. bersandal jepit dan yang kemudian mengaku sebagai penjual kaos celana pakaian rombeng di pasar johar. “batuk-pilek-pusing-sesek nafas wah! campur jadi satu nak! bayangkan tiga hari menggigil panas tak tidur.” ceritanya kepadaku. mendengar cerita lelaki itu seorang ibu (40 th) menjerit gembira: “ya ampun rupanya bukan aku saja!” di ruang tunggu terjejal yang sakit pagi itu sakit gigi mules mencret demam semua bersatu. jadi satu. menunggu. o ya pagi itu seorang tukang kayu sudah tiga hari tak kerja. kakinya merah bengkak gemetar “menginjak paku!” katanya, meringis. puskesmas itu demokratis sekali, pikirku sakit gigi, sakit mata, mencret, kurapan, demam tak bisa tidur, semua disuntik dengan obat yang sama. ini namanya sama rasa sama rasa. ini namanya setiap warga negara mendapatkan haknya semua yang sakit diberi obat yang sama! Semarang, 1986 Wiji Thukul

BACA SELANJUTNYA »

JANGAN LUPA KEKASIHKU Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

jangan lupa, kekasihku jika terang bulan kita jalan-jalan yang tidur di depan rumah di pinggir selokan itu tetangga kita, kekasihku jangan lupa, kekasihku jika pukul lima buruh-buruh perempuan yang matanya letih jalan sama-sama denganmu berbondong-bondong itu kawanmu, kekasihku jangan lupa, kekasihku jika kau ditanya siapa mertuamu jawablah: yang menarik becak itu itu bapakmu, kekasihku jangan lupa, kekasihku pada siapa pun yang bertanya sebutkan namamu jangan malu itu namamu, kekasihku Kalangan-Solo, 14 Maret 1988 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

SEMENJAK AKU BERKENALAN DENGANMU semenjak aku berkenalan denganmu inilah yang kukerjakan mengutungi lengan dan kaki yang tumbuh di umur sekujur inilah yang membikin pilu bertemu denganmu tak perlu ke mana-mana tapi inilah yang terjadi lengan dan kakiku selalu tumbuh sedang untuk memelukmu tak perlu jari ini seribu lenganku seribu kakiku menjauhkanku padamu palur, 23 november 83, solo Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

LIRIK-LIRIK PAGI Puisi Karya: Wiji Thukul

kubuka atap pagi: kabut timur putih, biru puncak lawu biru bayangan pepohonan bukit kehangatan menjalari pelepah pisang dan kulit jati, waru di kampung ke sisi-sisi balik dedaunan, kisi rumah tinggi hening puncak lawu alam di langit tengadah dialog semadi bisu: siapa memadamkan bintang malam hingga pucat dilanggar siang membuat kantuk semak perdu kilatan merah matahari di lengkung embun rekah jatuh di tanah pagi musik riuh hati yang sepi dipukul, dipetik, digesek tangan-tangan tangan-tangan rentangan kenangan yang menggores hati dan kucur yang menggores hati dan hilang sahabat-sahabat manusia huruf-huruf puisi Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

AUTOBIOGRAFI Puisi Karya: Wiji Thukul

tak pernah selesai pertarungan menjadi manusia tak pernah terurai pertarungan menjadi rahasia adalah buku lapar arti tipis segara habis diburu kurubur waktu hari-hari pun sajak menagih kata kata-kata pun ketahigan jiwa dalam sebuah buku lembar-lembar berguguran tak seperti bunga tetap kita sirami di tamanmu ini Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

DI TINGKAT EMPAT Puisi Karya: Wiji Thukul

DI TINGKAT EMPAT Puisi Karya: Wiji Thukul di tingkat empat kotaku di bawah itu kelap-kelip lampu beribu di tingkat empat kulihat diriku melayang di bawah orang-orang ribut mencibirkan bibir melihat kepalaku pecah dan wajahku dan jiwaku yang pengecut dari tingkat empat kalau aku melompat diriku rata oleh aspal dan lalu lintas tapi akankah bertemu atau tetap gelisah mencari di tingkat empat kuseret diriku kuajak pergi sebelum lampu-lampu di bawahku merayuku lebih jauh. Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

BURON Karya: Wiji Thukul

baju lain celana lain potongan rambut lain buku yang dibaca lain bahan percakapan lain nama lain identitas lain ekspresi lain menjadi diri sendiri adalah tindakan subversi di negeri ini maka selalu siaga polisi tentara hukum dan penjara bagi siapa saja yang menolak menjadi orang lain 20 September 1996 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

TERUS TERANG SAJA Karya: Wiji Thukul

apakah aku ini tepung terigu atau gumpalan kapas atau cabe busuk yang merosot harganya sehingga harus ditolong atau kayu gelondongan bahan baku plywood kualitas ekspor dari hutan-hutan yang kini botak karena hph dan gergaji mesin pembangunan keadilan berkemakmuran dan kemakmuran berkeadilan siapakah aku ini kaki kursikah atau botol kosong atau rakyat lebak yang harus bekerja bakti mencabuti rumput halaman kadipaten karena tuan pejabat gubernemen mau lewat apakah aku ini rakyat yang berdebar-debar di sekitar hari proklamasi menyimak pidato soekarno apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka? ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-henti diperkosa perusahaan multinasional yang menuntut kenaikan upah ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara? apakah aku ini cuma angka-angka yang menarik untuk bahan disertasi dan meraih gelar doktor yang tidak berotak tidak bermulut yang secara rutin dilaporkan kepada bank dunia sebagai jaminan utang dan landasan tinggal landas? sekarang demokrasi sudah 100% bulat tanpa debat tapi aku belum menjadi aku sejati karena aku dibungkam oleh demokrasi 100% yang tidak bisa salah namun aku sangsi karena kemelaratan belum dilumpuhkan aku sangsi pada yang 100% benar terus terang saja! 2 Oktober 1996 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

Laman sastra Indonesia hadir sebagai portal yang memungkinkan kita untuk menelusuri, memahami, dan menikmati berbagai karya sastra

Menu Laman Sastra