PERIAS JENAZAH Karya: Joko Pinurbo

PERIAS JENAZAH Karya: Joko Pinurbo Untuk terakhir kali perempuan cantik itu akan merias jenazah. Setelah itu selesailah. Ia sangat lelah setelah sekian lama mengurusi keberangkatan para arwah. Kini ia harus merias jenazah seorang perempuan yang ditemukan tewas di bawah jembatan, tidak jelas asal-usulnya, serta gelap identitasnya, tidak ada yang sudi mengurusnya, dan untuk gampangnya orang menyebutnya gelandangan atau pelacur jalanan, toh petugas ketidakamanan bilang ah paling ia mati dikerjain preman-preman. Perias jenazah itu tertawa nyaring begitu melihat jenazah yang akan diriasnya mirip dengan dirinya. Kemudian ia menangis sambil dipeluknya jenazah perempuan malang itu. “Biar kurias parasmu dengan air mataku sampai sempurna ajalmu.” Beberapa hari kemudian perias jenazah itu meninggal dan tak ada yang meriasnya. Jenazahnya tampak lembut dan cantik dan arwah-arwah yang pernah didandaninya pasti akan sangat menyayanginya. Kadang perias jenazah itu diam-diam memasuki tidurku dan merenungi wajahku. Seakan ia tahu bahwa aku yatim piatu, tidak jelas asal-usulku, serba gelap identitasku. Kulihat wajah cantiknya berkelebatan di ranjang kata-kataku. (2002) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

CELANA, 1 Karya: Joko Pinurbo

CELANA, 1 Karya: Joko Pinurbo Ia ingin membeli celana baru buat pergi ke pesta supaya tampak lebih tampan dan meyakinkan. Ia telah mencoba seratus model celana di berbagai toko busana namun tak menemukan satu pun yang cocok untuknya. Bahkan di depan pramuniaga yang merubung dan membujuk-bujuknya ia malah mencopot celananya sendiri dan mencampakkannya. “Kalian tidak tahu ya, aku sedang mencari celana yang paling pas dan pantas buat nampang di kuburan?” Lalu ia ngacir tanpa celana dan berkelana mencari kubur ibunya hanya untuk menanyakan, “Ibu, kausimpan di mana celana lucu yang kupakai waktu bayi dulu?” (1996) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

CELANA, 3 Karya: Joko Pinurbo

CELANA, 3 Karya: Joko Pinurbo Ia telah mendapatkan celana idaman yang lama didambakan, meskipun untuk itu ia harus berkeliling kota dan masuk ke setiap toko busana. Ia memantas-mantas celananya di depan cermin sambil dengan bangga ditepuk-tepuknya pantat tepos yang sok perkasa. “Ini asli buatan Amerika,” katanya kepada si tolol yang berlagak di dalam kaca. Ia pergi juga malam itu, menemui kekasih yang menunggunya di pojok kuburan. Ia pamerkan celananya: “Ini asli buatan Amerika.” Tapi perempuan itu lebih tertarik pada yang bertengger di dalam celana. Ia sewot juga: “Buka dan buang celanamu!” Pelan-pelan dibukanya celananya yang baru, yang gagah dan canggih modelnya, dan mendapatkan burung yang selama ini dikurungnya sudah kabur entah ke mana. (1996) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

PANGGILAN PULANG Karya: Joko Pinurbo

PANGGILAN PULANG Karya: Joko Pinurbo Bangun tidur, ia langsung menghidupkan telepon genggam mudah-mudahan ada pesan. Masih ngantuk. Masih ada kabut mimpi di matanya. Masih temaram. Sebenarnya apa perlunya pagi-pagi menyalakan telepon genggam? Paling-paling cuma dapat pesan ringan: “Bagaimana tidurmu semalam? Sarungnya enak kan? Lupa sama saya ya? Tadi saya nunggu lama di kuburan.” Azan subuh berkumandang. Penuh hujan. Ia buka telepon genggam. Tumben, ayah kirim pesan: “Ibu sakit. Kangen berat. Nenek sudah tiga hari hilang. Makam kakek belum sempat dibersihkan. Sarung ayah dicuri orang. Utang stabil. Pohon nangka di samping rumah tumbang. Bisa pulang? Bisa minta ijin telepon genggam?” Pesan terakhir. Musik. Telepon genggam menyanyikan The Beatles: Mother…. (2003) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

DI PERJAMUAN Karya: Joko Pinurbo

DI PERJAMUAN Karya: Joko Pinurbo Aku tak akan minta anggur darahMu lagi. Yang tahun lalu saja belum habis, masih tersimpan di kulkas. Maaf, aku sering lupa meminumnya, kadang bahkan lupa rasanya. Aku belum bisa menjadi pemabuk yang baik dan benar, Sayang. (2006) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

TUBUH PINJAMAN Karya: Joko Pinurbo

TUBUH PINJAMAN Karya: Joko Pinurbo Tubuh yang mulai akrab dengan saya ini sebenarnya mayat yang saya pinjam dari seorang korban tak dikenal yang tergeletak di pinggir jalan. Pada mulanya ia curiga dan saya juga kurang berselera karena ukuran dan modelnya kurang pas untuk saya. Tapi lama-lama kami bisa saling menyesuaikan diri dan dapat memahami kekurangan serta kelebihan kami. Sampai sekarang belum ada yang mencari-cari dan memintanya kecuali seorang petugas yang menanyakan status, ideologi, agama, dan harta kekayaannya. Tubuh yang mulai manja dengan saya ini saya pinjam dari seorang bayi yang dibuang di sebuah halte oleh perempuan yang melahirkannya dan tidak jelas siapa ayahnya. Saya berusaha merawat dan membesarkan anak ini dengan kasih sayang dan kemiskinan yang berlimpah-limpah sampai ia tumbuh dewasa dan mulai berani menentukan sendiri jalan hidupnya. Sampai sekarang belum ada yang mengaku sebagai ibu dan bapaknya kecuali seorang petugas yang menanyakan asal-usul dan silsilah keluarganya. Tubuh yang kada saya banggakan dan sering saya lecehkan ini memang cuma pinjaman yang sewaktu-waktu harus saya kembalikan tanpa merasa rugi dan kehilangan. Pada saatnya saya harus ikhlas menyerahkannya kepada seseorang yang mengaku sebagai keluarga atau kerabatnya atau yang merasa telah melahirkannya tanpa minta balas jasa atas segala jerih payah dan pengorbanan. Tubuh, pergilah dengan damai kalau kau tak tenteram lagi tinggal di aku. Pergilah dengan santai saat aku sedang sangat mencintaimu. (1999) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

ANTAR AKU KE KAMAR MANDI Karya: Joko Pinurbo

ANTAR AKU KE KAMAR MANDI Karya: Joko Pinurbo Tengah malam ia tiba-tiba terjaga, kemudian membangunkan Seseorang yang sedang mendengkur di sampingnya. Antar aku ke kamar mandi. Ia takut sendirian ke kamar mandi sebab jalan menuju kamar mandi sangat gelap dan sunyi. Jangan-jangan tubuhku nanti tak utuh lagi. Maka Kuantar kau ziarah ke kamar mandi dengan tubuh tercantik yang masih kaumiliki. Kau menunggu di luar saja. Ada yang harus kuselesaikan sendiri. Kamar mandi gelap gulita. Kauraba-raba peta tubuhmu dan kaudengar suara: Mengapa tak juga kautemukan Aku? Menjelang pagi ia keluar dari kamar mandi dan Seseorang yang tadi mengantarnya sudah tak ada lagi. Dengan wajah berseri-seri ia pulang ke ranjang, ia dapatkan Seseorang sedang mendengkur nyaring sekali. Jangan-jangan dengkurMu yang bikin aku takut ke kamar mandi. (2001) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

MEI Karya: Joko Pinurbo

MEI Karya: Joko Pinurbo :Jakarta, 1998 Tubuhmu yang cantik, Mei telah kaupersembahkan kepada api. Kau pamit mandi sore itu. Kau mandi api. Api sangat mencintaimu, Mei. Api mengecup tubuhmu sampai lekuk-lekuk tersembunyi. Api sangat mencintai tubuhmu sampai dilumatnya yang cuma warna, yang cuma kulit, yang cuma ilusi. Tubuh yang meronta dan meleleh dalam api, Mei adalah juga tubuh kami. Api ingin membersihkan tubuh maya dan tubuh dusta kami dengan membakar habis tubuhmu yang cantik, Mei Kau sudah selesai mandi, Mei. Kau sudah mandi api. Api telah mengungkapkan rahasia cintanya ketika tubuhmu hancur dan lebur dengan tubuh bumi; ketika tak ada lagi yang mempertanyakan nama dan warna kulitmu, Mei. (2000) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

DI SEBUAH MANDI Karya: Joko Pinurbo

DI SEBUAH MANDI Karya: Joko Pinurbo Di sebuah mandi kumasuki ruang kecil di senja tubuhmu. “Ini rumahku,” kau menggigil. Rumah terpencil. Tubuhmu makin montok saja. “Ah, makin ciut,” kau bilang, “sebab perambah liar berdatangan terus membangun badan sampai aku tak kebagian lahan.” Ke tubuhmu aku ingin pulang. “Ah, aku tak punya lagi kampung halaman,” kau bilang. “Di tubuh sendiri pun aku cuma numpang mimpi dan nanti numpang mati.” Kutelusuri peta tubuhmu yang baru dan kuhafal ulang nama-nama yang pernah ada, nama-nama yang tak akan pernah lagi ada. “Ini rumahku,” kautunjuk haru sebekas luka di tilas tubuhmu dan aku bilang, “Semuanya tinggal kenangan.” Di sebuah mandi kuziarahi jejak cinta di senja tubuhmu. Pulang dari tubuhmu, aku terlantar di simpang waktu. (2000) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
NASKAH DRAMA MAK COMBLANG

DI BAWAH KIBARAN SARUNG Karya: Joko Pinurbo

DI BAWAH KIBARAN SARUNG Karya: Joko Pinurbo Di bawah kibaran sarung anak-anak berangkat tidur di haribaan malam. Tidur mereka seperti tidur yang baka. Tidur yang dijaga dan disambangi seorang lelaki kurus dengan punggung melengkung, mata yang dalam dan cekung. “Hidup orang miskin!” pekiknya sambil membentangkan sarung. “Hidup sarung!” seru seorang perempuan, sahabat malam, yang tekun mendengarkan hujan. Lalu ia mainkan piano, piano tua, di dada lelaki itu. “Simfoni batukmu, nada-nada sakitmu, musik klasikmu mengalun merdu sepanjang malam,” hibur perempuan itu dengan mata setengah terpejam. Di bawah kibaran sarung rumah adalah kampung. Kampung kecil di mana kau bisa ngintip yang serba gaib: kisah senja, celoteh cinta, sungai coklat, dada langsat, parade susu, susu cantik, dan pantat nungging yang kausebut nasib. Kampung kumuh di mana penyakit, onggokan sampah, sumpah serapah, anjing kawin, maling mabuk, piring pecah, tikus ngamuk adalah tetangga. “Rumahku adalah istanaku,” kata perempuan itu sambil terus memainkan pianonya, piano tua, piano kesayangan. “Rumahku adalah kerandaku,” timpal lelaki itu sambil terus meletupkan batuknya, batuk darah, batuk kemenangan. Dan seperti keranda mencari penumpang, dari jauh terdengar suara andong memanggil pulang. Kling klong kling klong. Di bawah kibaran sarung aku tuliskan puisimu, di rumah kecil yang dingin terpencil. Seperti perempuan perkasa yang betah berjaga menemani kantuk, menemani sakit di remang cahaya: menghitung iga, memainkan piano di dada lelaki tua yang gagap mengucap doa. Ya, kutuliskan puisimu, kulepaskan ke seberang seperti kanak-kanak berangkat tidur di haribaan malam. Ayo temui aku di bawah kibaran sarung, di tempat yang jauh terlindung. (1999) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

Laman sastra Indonesia hadir sebagai portal yang memungkinkan kita untuk menelusuri, memahami, dan menikmati berbagai karya sastra

Menu Laman Sastra