DI PERJAMUAN Karya: Joko Pinurbo

PUISI DI PERJAMUAN Karya: Joko Pinurbo

DI PERJAMUAN Karya: Joko Pinurbo Aku tak akan minta anggur darahMu lagi. Yang tahun lalu saja belum habis, masih tersimpan di kulkas. Maaf, aku sering lupa meminumnya, kadang bahkan lupa rasanya. Aku belum bisa menjadi pemabuk yang baik dan benar, Sayang. (2006) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
PUISI PATROLI Karya: Joko Pinurbo

PUISI PATROLI Karya: Joko Pinurbo

PATROLI Karya: Joko Pinurbo Iring-iringan panser mondar-mandir di jalur-jalur rawan di seantero sajakku. Di sebuah sudut yang agak gelap komandan melihat kelebat seorang demonstran yang gerak-geriknya dianggap mencurigakan. Pasukan disiagakan dan diperintahkan untuk memblokir setiap jalan. Semua mendadak panik. Kata-kata kocar-kacir dan tiarap seketika. Komandan berteriak, “Kalian sembunyikan di mana penyair kurus yang tubuhnya seperti jerangkong itu? Pena yang baru diasahnya sangat tajam dan berbahaya.” Seorang peronda memberanikan diri angkat bicara, “Dia sakit perut, Komandan, lantas terbirit-birit ke dalam kakus. Mungkin dia lagi bikin aksi di sana.” “Sialan!” umpat komandan geram sekali, lalu memerintahkan pasukan melanjutkan patroli. Di huruf terakhir sajakku si jerangkong itu tiba-tiba muncul dari dalam kakus sambil menepuk-nepuk perutnya. “Lega,” katanya. Maka kata-kata yang tadi gemetaran serempak bersorak dan merapatkan diri ke posisi semula. Di kejauhan terdengar letusan, api sedang melahap dan menghanguskan mayat-mayat korban. (1998) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »
Bahawa Kita Ditatang Seratus Dewa

Bahawa Kita Ditatang Seratus Dewa ~ W.S Rendra

Bahawa Kita Ditatang Seratus Dewa ~ W.S Rendra Aku tulis sajak ini untuk menghibur hatimu Sementara engkau kenangkan encokmu kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang Dan juga masa depan kita yang hampir rampung dan dengan lega akan kita lunaskan. Kita tidaklah sendiri dan terasing dengan nasib kita Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan. Suka duka kita bukanlah istimewa kerana setiap orang mengalaminya Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh Hidup adalah untuk mengolah hidup bekerja membalik tanah memasuki rahsia langit dan samodra serta mencipta dan mengukir dunia. Kita menyandang tugas, kerna tugas adalah tugas. Bukannya demi sorga atau neraka. tetapi demi kehormatan seorang manusia. kerana sesungguhnya kita bukanlah debu meski kita telah reyot,tua renta dan kelabu. Kita adalah kepribadian dan harga kita adalah kehormatan kita. Tolehlah lagi ke belakang ke masa silam yang tak seorang pun berkuasa menghapusnya. Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna. Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita. sembilan puluh tahun yang selalu bangkit melewatkan tahun-tahun lama yang porak peranda. Dan kenangkanlah pula bagaimana dahulu kita tersenyum senantiasa menghadapi langit dan bumi,dan juga nasib kita. Kita tersenyum bukanlah kerana bersandiwara. Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok. Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap. Sikap kita untuk Tuhan,manusia sesama,nasib dan kehidupan. Lihatlah! sembilan puluh tahun penuh warna Kenangkanlah bahawa kita telah selalu menolak menjadi koma. Kita menjadi goyah dan bongkok kerna usia nampaknya lebih kuat dr kita tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan. Aku tulis sajak ini untuk menghibur hatimu Sementara kau kenangkan encokmu kenangkanlah pula bahwa hidup kita ditatang seratus dewa. W.S Rendra 1972  

BACA SELANJUTNYA »
Pamflet Cinta ~ W.S. Rendra

Pamflet Cinta ~ W.S. Rendra

Pamflet Cinta ~ W.S. Rendra Ma, nyamperin matahari dari satu sisi. Memandang wajahmu dari segenap jurusan. Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan. Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku. Aku merindui wajahmu. Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa. Kampus telah diserbu mobil berlapis baja. Kata-kata telah dilawan dengan senjata. Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini. Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan. Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat. Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan. Suatu malam aku mandi di lautan. Sepi menjadi kaca. Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit. Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada. Sepi menjadi kaca. Apa yang bisa dilakukan oleh penyair Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan? Udara penuh rasa curiga. Tegur sapa tanpa jaminan. Air lautan berkilat-kilat. Suara lautan adalah suara kesepian Dan lalu muncul wajahmu. Kamu menjadi makna. Makna menjadi harapan. … Sebenarnya apakah harapan? Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu. Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak. Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu. Aku tertawa, Ma! Angin menyapu rambutku. Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi. Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur. *Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung. Perutku sobek di jalan raya yang lenggang… Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian. Aku menulis sajak di bordes kereta api. Aku bertualang di dalam udara yang berdebu. Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar, Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu. Lalu muncullah kamu, Nongol dari perut matahari bunting, Jam dua belas seperempat siang. Aku terkesima. Aku disergap kejadian tak terduga. Rahmatku turun bagai hujan Membuatku segar, Tapi juga menggigil bertanya-tanya. Aku jadi bego, Ma! Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih. Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku, Dan sedih karena kita sering terpisah. Ketegangan menjadi pupuk cinta kita. Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih? Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak. Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang. Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan. Ma, nyamperin matahari dari satu sisi, Memandang wajahmu dari segenap jurusan. W.S. Rendra ( Koleksi Puisi² Willibordus Surendra)  

BACA SELANJUTNYA »
Sajak Rajawali

Sajak Rajawali ~ W.S Rendra

Sajak Rajawali ~ W.S Rendra Sebuah sangkar besi tidak bisa mengubah rajawali menjadi seekor burung nuri Rajawali adalah pacar langit dan di dalam sangkar besi rajawali merasa pasti bahwa langit akan selalu menanti Langit tanpa rajawali adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma tujuh langit, tujuh rajawali tujuh cakrawala, tujuh pengembara Rajawali terbang tinggi memasuki sepi memandang dunia rajawali di sangkar besi duduk bertapa mengolah hidupnya Hidup adalah merjan-merjan kemungkinan yang terjadi dari keringat matahari tanpa kemantapan hati rajawali mata kita hanya melihat matamorgana Rajawali terbang tinggi membela langit dengan setia dan ia akan mematuk kedua matamu wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka W.S Rendra, Kumpulan Puisi ” Perjalanan Bu Aminah “, Yayasan Obor Indonesia – 1997  

BACA SELANJUTNYA »
Kelelawar ~ W.S Rendra

Kelelawar ~ W.S Rendra

Kelelawar ~ W.S Rendra Silau oleh sinar lampu lalulintas Aku menunduk memandang sepatuku. Aku gentayangan bagai kelelawar. Tidak gembira, tidak sedih. Terapung dalam waktu. Ma, aku melihatmu di setiap ujung jalan. Sungguh tidak menyangka Begitu penuh kamu mengisi buku alamat batinku. Sekarang aku kembali berjalan. Apakah aku akan menelefon teman? Apakah aku akan makan udang gapit di restoran? Aku sebel terhadap cendikiawan yang menolak menjadi saksi. Masalah sosial dipoles gincu menjadi ######fizika. Sikap jiwa dianggap maya dibanding mobil berlapis baja. Hanya kamu yang enak diajak bicara. Kakiku melangkah melewati sampah-sampah. Akan menulis sajak-sajak lagi. Rasa berdaya tidak bisa mati begitu saja. Ke sini, Ma, masuklah ke dalam saku bajuku. Daya hidup menjadi kamu, menjadi harapan. ~ W.S. Rendra  

BACA SELANJUTNYA »
Sajak Pertemuan Mahasiswa

Sajak Pertemuan Mahasiswa – W.S Rendra

Sajak Pertemuan Mahasiswa – W.S Rendra Matahari terbit pagi ini mencium bau kencing orok di kaki langit melihat kali coklat menjalar ke lautan dan mendengar dengung di dalam hutan lalu kini ia dua penggalah tingginya dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini memeriksa keadaan kita bertanya : kenapa maksud baik tidak selalu berguna kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga orang berkata : “kami ada maksud baik” dan kita bertanya : “maksud baik untuk siapa ?” ya ! ada yang jaya, ada yang terhina ada yang bersenjata, ada yang terluka ada yang duduk, ada yang diduduki ada yang berlimpah, ada yang terkuras dan kita disini bertanya : “maksud baik saudara untuk siapa ? saudara berdiri di pihak yang mana ?” kenapa maksud baik dilakukan tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya tanah – tanah di gunung telah dimiliki orang – orang kota perkebunan yang luas hanya menguntungkan segolongan kecil saja alat – alat kemajuan yang diimpor tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya tentu, kita bertanya : “lantas maksud baik saudara untuk siapa ?” sekarang matahari semakin tinggi lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya : kita ini dididik untuk memihak yang mana ? ilmu – ilmu diajarkan disini akan menjadi alat pembebasan ataukah alat penindasan ? sebentar lagi matahari akan tenggelam malam akan tiba cicak – cicak berbunyi di tembok dan rembulan berlayar tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda akan hidup di dalam mimpi akan tumbuh di kebon belakang dan esok hari matahari akan terbit kembali sementara hari baru menjelma pertanyaan – pertanyaan kita menjadi hutan atau masuk ke sungai menjadi ombak di samodra di bawah matahari ini kita bertanya : ada yang menangis, ada yang mendera ada yang habis, ada yang mengikis dan maksud baik kita berdiri di pihak yang mana ! RENDRA ( jakarta, 1 desember 1977 ) * ) Sajak ini dipersembahkan kepada para mahasiswa universitas indonesia di jakarta dan dibacakan di dalam salah satu adegan film “yang muda yang bercinta” yang disutradarai oleh Sumandjaya * ) Dari kumpulan puisi “potret pembangunan dalam puisi” ( pustaka jaya – 1996 )  

BACA SELANJUTNYA »
Rumpun Alang-alang

Rumpun Alang-alang ~ W.S Rendra

Rumpun Alang-alang ~ W.S Rendra Engkaulah perempuan terkasih, yang sejenak kulupakan, sayang Kerna dalam sepi yang jahat tumbuh alang-alang di hatiku yang malang Di hatiku alang-alang menancapkan akar-akarnya yang gatal Serumpun alang-alang gelap, lembut dan nakal Gelap dan bergoyang ia dan ia pun berbunga dosa Engkau tetap yang punya tapi alang-alang tumbuh di dada ~ W.S Rendra  

BACA SELANJUTNYA »
Sajak Orang Kepanasan

Sajak Orang Kepanasan ~ W.S Rendra

Sajak Orang Kepanasan ~ W.S Rendra Karena kami makan akar dan terigu menumpuk di gudangmu ….. karena kami hidup berhimpitan dan ruangmu berlebihan ….. maka kita bukan sekutu karena kami kucel dan kamu gemerlapan ….. karena kami sumpeg dan kamu mengunci pintu ….. maka kami mencurigaimu karena kami terlantar di jalan dan kamu memiliki semua keteduhan ….. karena kami kebanjiran dan kamu berpesta di kapal pesiar ….. maka kami tidak menyukaimu karena kami dibungkam dan kamu nrocos bicara ….. karena kami diancam dan kamu memaksakan kekuasaan ….. maka kami bilang TIDAK kepadamu karena kami tidak boleh memilih dan kamu bebas berencana ….. karena kami cuma bersandal dan kamu bebas memakai senapan ….. karena kami harus sopan dan kamu punya penjara ….. maka TIDAK dan TIDAK kepadamu karena kami arus kali dan kamu batu tanpa hati maka air akan mengikis batu RENDRA  

BACA SELANJUTNYA »

Laman sastra Indonesia hadir sebagai portal yang memungkinkan kita untuk menelusuri, memahami, dan menikmati berbagai karya sastra

Menu Laman Sastra