MEGATRUH SOLIDARITAS Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

akulah bocah cilik itu kini aku datang kepada dirimu akan kuceritakan masa kanak-kanakmu akulah bocah cilik itu yang tak berani pulang karena mencuri uang simbok untuk beli benang layang-layang akulah bocah cilik itu yang tak pernah menang bila berkelahi yang selalu menangis bila bermain sepak-sepong aku adalah salah seorang dari bocah-bocah kucel yang mengoreki tumpukan sampah mencari sisa kacang atom dan sisa moto buangan pabrik akulah bocah bengal itu yang kelayapan di tengah arena sekaten nyerobot brondong dan celengan dan menangis di tengah jalan karena tak bisa pulang akulah bocah cilik itu yang ramai-ramai rebutan kulit durian dan digigit anjing ketika nonton televisi di rumah bah sabun ya, engkaulah bocah cilik itu sekarang umurku dua puluh empat ya, akulah bocah cilik itu sekarang aku datang kepada dirimu karena kudengar kabar seorang kawan kita mati terkapar mati ditembak, mayatnya dibuang kepalanya koyak darahnya mengental dalam selokan solo, 31 januari 87 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

AKU DILAHIRKAN DI SEBUAH PESTA YANG TAK PERNAH SELESAI

Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul aku dilahirkan di sebuah pesta yang tak pernah selesai selalu saja ada yang datang dan pergi hingga hari ini ada bunga putih dan ungu dekat jendela di mana mereka dapat memandang dan merasakan kesedihan dan kebahagiaan tak ada menjadi miliknya ada potret penuh debu, potret mereka yang hadir dalam pesta itu entah sekarang di mana setelah mati ada yang merindukan kubur bagi angannya sendiri yang melukis waktu sebagai ular ada yang ingin tidur sepanjang hari bangun ketika hari penjemputan tiba agar tidak merasakan menit-menit yang menekan dan berat di sana ada meja penuh kue aneka warna mereka menawarkannya kepadaku kuterima kucicipi semua enak! itulah sebabnya aku selalu lapar sebab aku hanya punya satu: kemungkinan! tuhanku, aku terluka dalam keindahanmu Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

SAJAK INI MENGAJAKMU TAMASYA

Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul sajak ini mengajakmu tamasya ke rumah sakit, menikmati sunyi tamasya pasiennya ini darah yang menghuni di mana? sajak ini mengajakmu tamasya di keheningan hidup sehari-hari tanya tentang bulan dan tahun lalu bila ketemu bukankah tak lagi kaukenali jalan-jalan yang membawamu kemari sajak ini mengajakmu tamasya dan liburan gelisah sajak ini mengajakmu tamasya dan cium dingin bibir mayat itu bukan pejam matanya cari napasnya hilang di siapa sajak ini mengajakmu tamasya kita sering mengumbar mata hingga buta hingga ternganga di dunia batas di balik mata 4 November 1983 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

BIJI-BIJI KARAMBOL Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

tengah malam, dan suara jatuh biji-biji karambol di tengah malam jatuh jatuh angka-angka satu sampai mati mulai lagi satu jatuh dalam lingkaran lubang hitam sederhana sekali hadir begitu saja satu jatuh satu dalam lingkaran lubang hitam di situ tiada ujung sebelum sempat menjerit tengah malam biji karambol gemetar itu berdebar-debar menebak kapan datang tangan itu menyentil tubuhnya ia tak tahu tapi pasti lingkaran hitam di pojok itu gelap malam terus jatuh bersama biji-biji karambol lainnya di kanan-kirinya kian malam demikian dekat pagi dan malam bagai hadir dan lubang hidup dan mati Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

TIGA SAJAK PENDEK Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

i kembali kucari keping pecah wajahku yang dulu tersusun waktu menghancurkannya ketika aku mabuk bayangan arah ii kembali ketemu wajahku yang tak pernah utuh bungkam ketika kutanya: mau ke mana? iii kembali sepatuku jebol (dua puluh tahun hidup cuma cerita saja) panas aspal jalanan musim buruk dan matahari yang demam melelehkan hari-hari besar maupun biasa lebaran, natal, 17 agustus… ah, apa artinya? kini kembali kembali aku tertegun memandang lingkaranmu. Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

MANDI Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

sebelum datang di ladang jagung di rumput airnya katak-katak masih serempak telanjang bulat mandi di sumber katak-katak berhenti sama sekali saya mengganggu sunyi? saya merindukan sunyi. batin yang ramai ditikam kanan-kiri inti suara sang sunyi Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

SAJAK TAPI SAYANG

Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul kembang dari pinggir jalan kembang yang tumbuh di tembok tembok selokan kupindah kutanam di halaman depan anakku senang, bojoku senang tapi sayang bojoku ingin nanam lombok anakku ingin kolam ikan tapi sayang setelah sewa rumah habis kami harus pergi terus cari sewa lagi terus cari sewa lagi alamat rumah kami punya tapi sayang kami butuh tanah Solo, 25 Januari 91 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

TANAH Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

tanah mestinya dibagi-bagi jika cuma segelintir orang yang menguasai bagaimana hari esok kamu, tani? tanah mestinya ditanami sebab hidup tidak hanya hari ini jika sawah diratakan rimbun semak pohon dirobohkan apa yang kita harap dari cerobong asap besi hari ini aku mimpi buruk lagi seekor burung kecil menanti induknya di dalam sarangnya yang gemeretak dimakan sapi Solo, 89 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

SEORANG LELAKI KELANA DI DUNIA BATIN

Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul seorang lelaki kelana di dunia batin sudah akrab dengan gelap yang menuntun ke pusat cahaya hanya kepadanya ia akan menyerah seorang lelaki kelana di dunia batin kembali tanya siapa nama dirinya mata angin mana membimbing pulang hanya kepadanya ia akan menyerah seorang lelaki kelana di dunia batin merambah gapura hakikat ada dan tiada menganga menguak tabir nasib melihat isi alam raya dalam manusia bebas dan merdeka 1985 Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

KOTA INI MILIK KALIAN Sebuah Puisi Karya: Wiji Thukul

di belakang gedung-gedung tinggi kalian boleh tinggal kalian bebas tidur di mana-mana kapan saja kalian bebas bangun sewaktu kalian mau jika kedinginan karena gerimis atau hujan kalian bisa mencari hangat di sana ada restoran kalian bisa tidur dekat kompor penggorengan bakmi ayam dan babi denting garpu dan sepatu mengilap di samping sedan-sedan dan mobil-mobil bikinan jepang kalian bisa mandi kapan saja sungai itu milik kalian kalian bisa cuci badan dengan limbah-limbah industri apa belum cukup terang benderang itu lampu merkuri taman apa belum cukup nyaman tidur di bawah langit, kawan? kota ini milik kalian kecuali gedung-gedung tembok pagar besi itu: jangan! Wiji Thukul Buku: Nyanyian Akar Rumput

BACA SELANJUTNYA »

Laman sastra Indonesia hadir sebagai portal yang memungkinkan kita untuk menelusuri, memahami, dan menikmati berbagai karya sastra

Menu Laman Sastra