Puisi Sutardji Calzoum Bachri : TANAH AIR MATA

TANAH AIR MATA Oleh : Sutardji Calzoum Bachri                 Tanah airmata tanah tumpah dukaku                 mata air airmata kami                 airmata tanah air kami                 di sinilah kami berdiri                 menyanyikan airmata kami                 di balik gembur subur tanahmu                 kami simpan perih kami                 di balik etalase megah gedung-gedungmu                 kami coba sembunyikan derita kami                 kami coba simpan nestapa                 kami coba kuburkan duka lara                 tapi perih tak bisa sembunyi                 ia merebak kemana-mana                 bumi memang tak sebatas pandang                 dan udara luas menunggu                 namun kalian takkan bisa menyingkir                 ke manapun melangkah                 kalian pijak airmata kami                 ke manapun terbang                 kalian kan hinggap di air mata kami                 ke manapun berlayar                 kalian arungi airmata kami                 kalian sudah terkepung                 takkan bisa mengelak                 takkan bisa ke mana pergi                 menyerahlah pada kedalaman air mata                 (1991)                 Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air

BACA SELANJUTNYA »

Puisi Sutardji Calzoum Bachri : SEPISAUPI

SEPISAUPI Oleh : Sutardji Calzoum Bachri sepisau luka sepisau duri sepikul dosa sepukau sepi sepisau duka serisau diri sepisau sepi sepisau nyanyi sepisaupa sepisaupi sepisapanya sepikau sepi sepisaupa sepisaupoi sepikul diri keranjang duri sepisaupa sepisaupi sepisaupa sepisaupi sepisaupa sepisaupi sampai pisauNya ke dalam nyanyi 1973 sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800 Mailing List MSI Penyair Pengirim Nanang Suryadi

BACA SELANJUTNYA »

Puisi Sutardji Calzoum Bachri : PARA PEMINUM

PARA PEMINUM Oleh : Sutardji Calzoum Bachri di lereng lereng para peminum mendaki gunung mabuk kadang mereka terpeleset jatuh dan mendaki lagi memetik bulan di puncak mereka oleng tapi mereka bilang –kami takkan karam dalam lautan bulan– mereka nyanyi nyanyi jatuh dan mendaki lagi di puncak gunung mabuk mereka berhasil memetik bulan mereka menyimpan bulan dan bulan menyimpan mereka di puncak semuanya diam dan tersimpan Sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800 Mailing List MSI Penyair Pengirim Nanang Suryadi

BACA SELANJUTNYA »

Puisi Sutardji Calzoum Bachri : O

O Oleh : Sutardji Calzoum Bachri dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai siasiaku siasiakau siasia siabalau siarisau siakalian siasia waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswaswaswas duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o Kau O… sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800 Mailing List MSI Penyair Pengirim Nanang Suryadi

BACA SELANJUTNYA »

Puisi Sutardji Calzoum Bachri : NGIAU

NGIAU Oleh : Sutardji Calzoum Bachri Suatu gang panjang menuju lumpur dan terang tubuhku mengapa panjang. Seekor kucing menjinjit tikus yang menggelepar tengkuknya. Seorang perempuan dan seorang lelaki bergigitan. Yang mana kucing yang mana tikusnya? Ngiau! Ah gang yang panjang. Cobalah tentukan! Aku kenal Afrika aku kenal Eropa aku tahu Benua aku kenal jam aku tagu jentara aku kenal terbang. Tapi bila dua manusia saling gigitan menanamkan gigi-gigi sepi mereka akan ragu menetapkan yang mana suka yang mana luka yang mana hampa yang mana makna yang mana orang yang mana kera yang mana dosa yang mana surga. sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800 Mailing List MSI Penyair Pengirim Nanang Suryadi

BACA SELANJUTNYA »

Puisi Sutardji Calzoum Bachri : MANTERA

MANTERA Oleh : Sutardji Calzoum Bachri                     lima percik mawar                     tujuh sayap merpati                     sesayat langit perih                     dicabik puncak gunung                     sebelas duri sepi                     dalam dupa rupa                     tiga menyan luka                     mengasapi duka                     puah!                     kau jadi Kau!                     Kasihku         Memahami Puisi, 1995 Mursal Esten

BACA SELANJUTNYA »

Puisi Sutardji Calzoum Bachri : LA NOCHE DE LAS PALABRAS

LA NOCHE DE LAS PALABRAS (EL DIARIO DE MEDELLIN) Oleh : Sutardji Calzoum Bachri Di cafe jalanan Noventa Y Sieta, Medellin, Columbia kami mengepung bulan dan mereka yang mendengarkan puisi kami mencoba menaklukkan bulan dengan cara mereka berkomplot dengan anggur daun cerbeza bersekongkol dengan gadisgadis memancing bulan dengan keluasan dada Musim panas Menjulang di Medelin menampilkan sutera di keharibaan malam cuaca ratusan para lilin menyandar di pundak malam mengucap menyebutnyebut cahaya sambil mencoba memahami takdir di wajah-wajah usia kami para penyair meneruskan zikir kami -palabras palabras palabras palabras – –kata kata kata kata — semakin kental mengucap cahaya pun memadat sampai kami bisa buat sesuka kami atas padat cahaya lantas bulan kesurupan kesadaran kami meninggi bulan turun pada kami dan kami mengatasi bulan sampailah kami pada kerajaan kata-kata jika kami membilang ayah ia juga ayah kata-kata jika kami menyebut hari juga harinya kata-kata jika kami mengucap diri pastilah juga diri kata kata Di cafe jalanan Medellin purnama jatuh kata-kata menjadi kami kami menjadi kata kata Medellin, Colombia 1997 OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri Republikaedisi : 28 November 1999

BACA SELANJUTNYA »

Puisi Sutardji Calzoum Bachri : KUCING

KUCING Oleh : Sutardji Calzoum Bachri             ngiau!  Kucing dalam  darah dia menderas             lewat  dia  mengalir  ngilu  ngiau  dia  ber             gegas  lewat dalam aortaku dalam rimba             darahku dia  besar dia bukan harimau bu             kan singa bukan  hiena  bukan leopar  dia             macam kucing bukan kucing  tapi   kucing             ngiau dia lapar dia  merambah  rimba  af             rikaku dengan cakarnya dengan amuknya             dia meraung  dia mengerang jangan beri             daging dia tak  mau daging Jesus jangan             beri  roti  dia  tak   mau   roti   ngiau   ku             cing   meronta  dalam  darahku  meraung             merambah  barah  darahku  dia lapar 0 a             langkah  lapar   ngiau   berapa  juta  hari             dia  tak  makan  berapa  ribu  waktu  dia             tak  kenyang  berapa juta lapar lapar ku             cingku  berapa  abad  dia mencari menca             kar  menunggu  tuhan mencipta kucingku             tanpa mauku dan sekarang  dia  meraung             mencariMu  dia   lapar   jangan   beri  da             ging   jangan   beri  nasi  tuhan  mencipta             nya  tanpa  setahuku  dan  kini  dia  minta             tuhan  sejemput  saja  untuk tenang seha             ri  untuk  kenyang  sewaktu untuk tenang         Memahami Puisi, 1995 Mursal Esten

BACA SELANJUTNYA »

Puisi Sutardji Calzoum Bachri : JEMBATAN

JEMBATAN Oleh  : Sutardji Calzoum Bachri     Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata     bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi     dalam teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna.     Maka aku pun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang     jalanan yangberdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.     Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam     para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan.     Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase     indah di berbagai palaza. Wajah yang diam-diam menjerit     mengucap     tanah air kita satu     bangsa kita satu     bahasa kita satu     bendera kita satu !     Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan     mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan     tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah     yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang     di antara kita ?     Di lembah-lembah kusam pada puncak tilang kersang dan otot     linu mengerang mereka pancangkan koyak-miyak bendera hati     dipijak ketidakpedulian pada saudara. Gerimis tak ammpu     mengucapkan kibarnnya.     Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri airmata kami. Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air

BACA SELANJUTNYA »

Laman sastra Indonesia hadir sebagai portal yang memungkinkan kita untuk menelusuri, memahami, dan menikmati berbagai karya sastra

Menu Laman Sastra