BUAT GADIS RASID Karya: Chairil Anwar

BUAT GADIS RASID Karya: Chairil Anwar Antara daun-daun hijau padang lapang dan terang anak-anak kecil tidak bersalah, baru bisa lari-larian burung-burung merdu hujan segar dan menyebar bangsa muda menjadi, baru bisa bilang “aku” Dan angin tajam kering, tanah semata gersang pasir bangkit mentanduskan, daerah dikosongi Kita terapit, cintaku — mengecil diri, kadang bisa mengisar setapak Mari kita lepas, kita lepas jiwa mencari jadi merpati Terbang mengenali gurun, sonder ketemu, sonder mendarat — the only possibel non-stop flight Tidak mendapat. 1948 Chairil Anwar Buku: Aku Ini Binatang Jalang

BACA SELANJUTNYA »

BUAT NYONYA N. Karya: Chairil Anwar

BUAT NYONYA N. Karya: Chairil Anwar Sudah terlampau puncak pada tahun yang lalu, dan kini dia turun ke rendahan datar. Tiba di puncak dan dia sungguh tidak tahu, Burung-burung asing bermain keliling kepalanya dan buah-buah hutan ganjil mencap warna pada         gaun. Sepanjang jalan dia terkenang akan jadi satu Atas puncak tinggi sendiri berjubah angin, dunia di bawah dan lebih dekat         kematian Tapi hawa tinggal hampa, tiba di puncak dia         sungguh tidak tahu Jalan yang dulu tidak akan dia tempuh lagi, Selanjutnya tidak ada burung-burung asing, buah-         buah pandan ganjil Turun terus. Sepi. Datar-lebar-tidak bertepi 1949 Chairil Anwar Buku: Aku Ini Binatang Jalang

BACA SELANJUTNYA »

DUA SAJAK BUAT BASUKI RESOBOWO Karya: Chairil Anwar

DUA SAJAK BUAT BASUKI RESOBOWO Karya: Chairil Anwar I Adakah jauh perjalanan ini? Cuma selenggang! — Coba kalau bisa lebih! Lantas bagaimana? Pada daun gugur tanya sendiri, Dan sama lagu melembut jadi melodi! Apa tinggal jadi tanda mata? Lihat pada betina tidak lagi menangadah Atau bayu sayu, bintang menghilang! Lagi jalan ini berapa lama? Boleh seabad… aduh sekerdip saja! Perjalanan karna apa? Tanya rumah asal yang bisu! Keturunanku yang beku di situ! Ada yang menggamit? Ada yang kehilangan? Ah! jawab sendiri — Aku terus gelandangan…. II Seperti ibu + nenekku juga tambah tujuh keturunan yang lalu aku minta pula supaya sampai di sorga yang kata Masyumi + Muhammadiyah bersungai         susu dan bertabur bidari beribu Tapi ada suara menimbang dalam diriku, nekat mencemooh: Bisakah kiranya berkering dari kuyub laut biru, gamitan dari tiap pelabuhan gimana? Lagi siapa bisa mengatakan pasti di situ memang ada bidari Suaranya berat menelan seperti Nina, punya         kerlingnya Jati? Malang, 28 Februari 1947 Chairil Anwar Catatan: Puisi ini diambil dari buku ‘Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45’. Pada buku lainnya puisi ini terpisah menjadi dua judul berbeda. Dalam buku ‘Tiga Menguak Takdir’ sajak pertama diberi judul “Sajak Buat Basuki Resobowo”, sedangkan dalam buku ‘Deru Campur Debu’ sajak kedua diberi judul “Sorga“.

BACA SELANJUTNYA »

RUMAH KONTRAKAN Karya: Joko Pinurbo

RUMAH KONTRAKAN Karya: Joko Pinurbo -untuk ulang tahun Sapardi Djoko Damono (SDD) Tubuhku rumah kontrakan yang sudah sekian waktu aku diami sampai aku lupa bahwa itu bukan rumahku. Tiap malam aku berdoa semogalah aku lekas kaya supaya bisa membangun rumah sendiri yang lebih besar dan nyaman, syukur dilengkapi taman dan kolam renang. Tadi malam si empunya rumah datang dan marah-marah: “Orgil, kau belum juga membereskan uang sewa, sementara aku butuh biaya untuk memperbaiki rumah ini.” “Maaf Bu,” aku menjawab malu, “uang saya baru saja habis buat bayar utang. Sabarlah sebentar, bulan depan pasti sudah saya lunasi. Kita kan sudah seperti keluarga sendiri.” Pada hari yang dijanjikan si empunya rumah datang lagi. Ia marah besar melihat rumahnya makin rusak dan berantakan. “Orgil, kau belum juga membereskan uang sewa, sementara aku butuh biaya untuk merobohkan rumah ini.” Dengan susah payah akhirnya aku bisa melunasi uang kontrak. Bahkan diam-diam si rumah sumpek ini kupugar-kurombak. Saat si empunya datang, ia terharu mendapatkan rumahnya sudah jadi baru. Sayang si penghuninya sudah tak ada di sana. Ia sudah pulang kampung, kata seorang tetangga. “Orgil, aku tak akan pernah merobohkan rumah ini. Aku akan tinggal di rumahmu ini.” 2001 Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

BOLONG Karya: Joko Pinurbo

BOLONG Karya: Joko Pinurbo Bahkan celana memilih nasibnya sendiri: ia pergi ke pasar loak justru ketika aku sedang giat belajar bugil dan mandi. “Selamat tinggal pantat. Selamat tinggal jagoan kecil yang tampak pemalu tapi hebat.” Entah berapa pantat telah ia tumpangi, berapa kenangan telah ia singgahi, sampai suatu hari aku menemukannya kembali di sebuah kota, di sebuah kuburan. “Pulang dan pakailah celana kesayanganmu ini,” kata perempuan tua penjaga makam. Sampai di rumah, kupakai kembali si celana hilang itu dan aku terheran: “Kok celanaku makin kedodoran!” Aku termenung melihat seorang bocah di dalam cermin sedang sibuk mencoba celana yang sudah bolong di bagian tengahnya. 2002 Joko Pinurbo

BACA SELANJUTNYA »

MUDIK Karya: Joko Pinurbo

MUDIK Karya: Joko Pinurbo Mei tahun ini kusempatkan singgah ke rumah. Seperti pesan Ayah, “Nenek rindu kamu. Pulanglah!” Waktu kadang begitu simpel dan sederhana: Ibu sedang memasang senja di jendela. Kakek sedang menggelar hujan di beranda. Ayah sedang menjemputku entah di stasiun mana. Siapa di kamar mandi? Terdengar riuh anak-anak sedang bernyanyi. Nenek sedang meninggal dunia. Tubuhnya terbaring damai di ruang doa, ditunggui boneka-boneka lucu kesayangannya. “Hai, bajingan kita pulang!” seru boneka singa yang tetap perkasa dan menggigil saja ia saat kubelai-belai rambutnya. Ayah belum juga datang, sementara taksi yang menjemputku sudah menunggu di depan pintu. Selamat jalan, Nek. Selamat tinggal semuanya. Baik-baik saja di rumah. Salam untuk Bapak tercinta. Dengan sudah payah akhirnya aku bisa melunasi uang kontrak. Bahkan diam-diam si rumah sumpek ini kupugar-kurombak. Saat si empunya datang, ia terharu mendapatkan rumahnya sudah jadi baru. Sayang si penghuninya sudah tak ada di sana. Ia sudah pulang kampung, kata seorang tetangga. “Orgil, aku tak akan pernah merobohkan rumah ini. Aku akan tinggal di rumahmu ini.” 2001 Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

MOBIL MERAH DI POJOK KUBURAN Karya: Joko Pinurbo

MOBIL MERAH DI POJOK KUBURAN Karya: Joko Pinurbo Mobil merah di pojok kuburan menderam-deram menyambut malam. Lampu dinyalakan, klakson dibunyikan. Di remang sunyi kembang jepun berguguran. Lelaki tua sibuk berdandan, di kaca spion wajahnya terlihat tampan. Rambutnya harum, licin mengkilat, lalat yang hinggap bakal terjerembab. Kadang ia bersiul, dasi dan jas ia rapikan. Rokok dihisap, asap dikepul-kepulkan. Telepon genggam tak juga bilang kapan si dia bakal muncul dari seberang. Tiba-tiba ia terpana, pandangnya heran: ada gadis kecil lewat, bersenandung pelan, mendaki bukit, menyunggi bulan, sekali-sekali menoleh ke belakang. Mobil merah di pojok kuburan serupa mobil-mobilan yang dulu hilang. Musik dihidupkan, mata dipejamkan. Di terang sepi kembang jepun bermekaran. (2005) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

WINTERNACHTEN Karya: Joko Pinurbo

WINTERNACHTEN Karya: Joko Pinurbo Magrib memanggilku pulang ketika salju makin meresap ke sumsum tulang. Pulang ke hulu matamu agar bisa mencair dan menjadi air matamu. Musim tidak berbaju, badan dimangsa hujan, dan magrib mengajakku pulang. Pulang ke suhu bibirmu agar bisa menghangat dan menjadi kecup kenyalmu. Menggigil adalah menghafal rute menuju ibu kota tubuhmu. (2005) Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

MALAM PERTAMA Karya: Joko Pinurbo

MALAM PERTAMA Karya: Joko Pinurbo Malam pertama tidur bersamamu, aku terkenang saat-saat manis bersama ibuku ketika dengan lembut dan jenaka ia mengajariku mandi dan memakai celana hingga kurasakan sentuhan ajaib tangan-tangan cinta tanpa bisa kuucapkan terima kasih padanya selain tersenyum dan tertawa. Lalu ibu menjebloskanku ke sekolah. Bertahun-tahun aku belajar bahasa yang baik dan benar hanya untuk mengucapkan cinta monyet dengan lugu dan malu-malu tanpa menyadari bahayanya. Setelah dewasa aku paham bagaimana menyatakan cinta tanpa harus mengatakannya. Kini aku harus menidurimu. Tubuhmu pelan-pelan terbuka dan merebakkan bau masam dari ketiakmu. Aku gugup. Tapi tak mungkin kupanggil almarhumah ibuku untuk mengajariku membaca halaman-halaman tubuhmu sebagaimana dulu dengan tekun dan sabar ia mengajariku membaca kalimat-kalimat sederhana: ini ibu budi; budi minum susu; ini susu ibu. Malam pertama tidur bersamamu, buku, kulacak lagi paragraf-paragraf cinta ibuku di rimba kata-katamu. Apakah kata-kata mempunyai ibu? Aku mencoba mengingat-ingat lagi apa kata ibu. Aku sering lupa dulu ibu suka berkata apa. Aku gemetar. Tubuhmu makin cerdas dan berbahaya. Ibu kata, temanilah aku. 2003 Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

CELANA, 2 Karya: Joko Pinurbo

CELANA, 2 Karya: Joko Pinurbo Ketika sekolah, kami sering disuruh menggambar celana yang bagus dan sopan, tapi tak pernah diajak melukis seluk-beluk yang di dalam celana sehingga kami pun tumbuh menjadi anak-anak manis yang penakut dan pengecut, bahkan terhadap nasib kami sendiri. Karena itu kami suka usil dan sembunyi-sembunyi membuat coretan dan gambar porno di tembok kamar mandi sehingga kami pun terbiasa menjadi orang-orang yang suka cabul terhadap diri sendiri. Setelah loyo dan jompo, kami mulai bisa berfantasi tentang hal-ihwal yang di dalam celana: ada raja kecil yang galak dan suka memberontak; ada filsuf tua yang terkantuk-kantuk merenungi rahasia alam semesta; ada gunung berapi yang menyimpan sejuta magma; ada gua garba yang diziarahi para pendosa dan pendoa. Konon, setelah berlayar mengelilingi bumi, Colombus pun akhirnya menemukan sebuah benua baru di dalam celana dan Stephen Hawking khusyuk bertapa di sana. Joko Pinurbo Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

BACA SELANJUTNYA »

Laman sastra Indonesia hadir sebagai portal yang memungkinkan kita untuk menelusuri, memahami, dan menikmati berbagai karya sastra

Menu Laman Sastra