KISAH SEMALAM Karya: Joko Pinurbo

KISAH SEMALAM
Karya: Joko Pinurbo

Yang ditunggu belum juga datang dan masih
digenggamnya surat terakhir yang sudah dibaca
berulang: Aku pasti pulang pada suatu akhir petang.
Tentu dengan bunga plastik yang kauberikan
saat kau mengusirku sambil menggebrak pintu:
“Minggat saja kau, bajingan. Aku akan selamanya
di sini, di rumah yang terpencil di sudut kenangan.”

Belum sudah ia bereskan resahnya
dan malam buru-buru mengingatkan,
“Kau sudah telanjang, kok belum juga mandi
dan berdandan.” Maka ia pun lekas berdiri
dan dengan berani melangkah ke kamar mandi.
“Aku mau bersih-bersih dulu. Aku mau
berendam semalaman, menyingkirkan segala
yang berantakan dan berdebu di molek tubuhmu.”

Dan suntuklah ia bekerja, membangun kembali
keindahan yang dikira bakal cepat sirna:
kota tua yang porak-poranda pada wajah yang mulai
kumal dan kusam; langit kusut pada mata
yang memancarkan cahaya redup kunang-kunang;
hutan pinus yang meranggas pada rambut
yang mulai pudar hitamnya; padang rumput kering
pada ketiak yang kacau baunya; bukit-bukit keriput
pada payudara yang sedang susut kenyalnya;
pegunungan tandus pada pinggul dan pantat
yang mulai lunglai goyangnya; dan lembah duka
yang menganga antara perut dan paha.

Benar-benar pemberani. Tak gentar ia pada sepi
dan gerombolannya yang mengancam lewat lolong
anjing di bawah hujan. Ada suara memanggil pelan.
Ada cermin besar hendak merebut sisa-sisa
kecantikan. Ada juga yang mengintip diam-diam
sambil terkagum-kagum: “Wow, gadisku
yang rupawan tambah montok dan menawan. Aku
ingin mengajaknya lelap dalam hangat pertemuan.”

“Ah, dasar bajingan. Kau cuma ingin mencuri
kecantikanku. Kau memang selalu datang dan pergi
tanpa setahuku. Masuklah kalau berani.
Pintunya sengaja tak aku kunci.”

Tak ada sahutan. Cuma ada yang cekikikan
dan terbirit-birit pergi seperti takut ketahuan.

“Baiklah, kalau begitu, permisi. Permisi cermin.
Permisi kamar mandi. Permisi gunting, sisir,
bedak, lipstik, minyak wangi dan kawan-kawan.
Aku sekarang mau tidur. Aku mau terbang tinggi,
menggelepar, dalam jaring melankoli.”

Sesudah itu ia sering mangkal di kuburan,
menunggu kekasihnya datang. Tentu dengan
setangkai kembang plastik yang dulu ia berikan.

1996
Joko Pinurbo
Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

November 2024
SSRKJSM
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
252627282930