NASKAH DRAMA UNIVERSITAS ORANG-ORANG MATI
Oleh Irwan Jamal
Jangan lewatkan kesempatan untuk mendalami karya luar biasa ini. Silahkan download dan baca secara seksama. Naskah drama ini dapat menjadi sumber inspirasi berharga bagi Anda yang tengah merencanakan pertunjukan teater di tempat Anda. Semoga keunikan dan kedalaman ceritanya memicu kreativitas dan ide-ide segar dalam proyek seni Anda berikutnya.
Oleh karena itu, kami, sebagai Bandar Naskah, dengan bangga menyediakan BANK NASKAH DRAMA khusus untuk teman-teman pegiat teater di seluruh Indonesia. Kami percaya bahwa melalui penyediaan naskah drama yang berkualitas, kami dapat mendukung dan
memajukan dunia teater di tanah air.
Selain itu, kami juga membuka kesempatan bagi penulis naskah terbaru yang ingin membagikan karyanya kepada publik. Jika Anda
adalah seorang penulis yang memiliki naskah drama yang belum di publikasikan atau karya lama yang perlu mendapatkan perhatian lebih,
kami sangat menyambut kesempatan untuk mendistribusikan naskah Anda melalui laman kami. Untuk itu, silakan hubungi kami melalui email
di jejakteater@gmail.com. Kami siap membantu Anda dalam proses publikasi dan distribusi naskah drama
Anda agar lebih di kenal oleh khalayak luas.
Dengan demikian, kami berharap Anda dapat memanfaatkan layanan BANK NASKAH DRAMA kami dengan sebaik-baiknya dan terus
berkontribusi pada perkembangan dunia teater di Indonesia.
CUPLIKAN UNIVERSITAS ORANG-ORANG MATI
EPISODE 1
KOOR (Bernyanyi)
Pada mulanya universitas begitu indah di matanya. Pelangi di langit universitas berwarna cerah menampakkan diri saat hujan di siang hari. Dengan berpayung biru dia pergi ke universitas. Langkahnya tergesa tapi pasti. Sepatunya di semir. Pakaiannya bersih, rambutnya tersisir rapi. Dia mempunyai seorang tunangan, seorang dosen wanita, muda dan selalu gembira. Jika pelangi itu indah baginya maka senyum tunangannya ini lebih indah dari pelangi itu. Dia datang ke kelas dengan menggenggam buku-buku. Nyanyian gembira para mahasiswa di universitas bergema.
Selamat siang Profesor kami, mata yang terang, kuping yang jernih, dengan ini kami belajar dan mimpi akan kami genggam.
Usai mengajar dia pulang dan menghabiskan malam dengan melihat bintang bersama tunangannya. Tapi kini dia berdiri tidak di bawah pelangi.
Dia tidak berdiri bersama tunangannya. Dia berdiri di bawah langit mendung dan asap mesiu yang menyengat hidung. Dia berdiri bersama ibunya.
Tunangannya telah mati, juga bapaknya, juga adiknya. Di antara puing reruntuhan dia berdiri. Kini langit baginya adalah lukisan hitam. Tidak ada warna lagi. Dia berdiri di samping ibunya yang duduk menangis mengenggam air mata. Langkah kakinya menjadi ragu. Sepatunya kotor. Pakaiannya menjadi kumal, rambutnya tidak terurus. Nyanyian gembira tidak lagi ada. Yang ada adalah nyanyian duka. Tangannya tidak lagi menggenggam buku. Kini dia berdiri mengenggam api. Dia hendak melangkah.
IBU TUA
Anakku, Kamu telah mengganti buku di tanganmu dengan api. Anakku, perang telah berakhir. Puncak pertikaian yang paling menghancurkan sejarah peradaban manusia telah usai.